Pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 menaikkan penyaluran dana desa. Dana desa 2020 dialokasikan sebesar Rp 72 triliun atau naik sekitar Rp 2 triliun dibanding tahun ini sebesar Rp 70 triliun.
Ini tentu menjadi kabar baik untuk desa, termasuk 2.031 desa di Provinsi Kalimantan Barat. Menurut Koordinator Provinsi Program Pembangunan, Pembiayaan Masyarakat Desa dan Inovasi Desa Provinsi Kalbar Jasmady, jatah dana desa di Kalbar pada 2019 mencapai Rp 1,9 triliun.
Meski demikian, beberapa daerah masih belum terserap maksimal, salah satu yang menjadi kendalanya adalah keterlambatan pelaporan pertanggungjawaban kegiatan pemerintah desa itu tahun sebelumnya.
"Terkait progres pencairan dan penyaluran dana desa tahun 2019, khususnya tahap I, yang seyogyanya cair Juli, ternyata hingga sekarang dari 12 kabupaten dan 2031 desa di Kalbar masih ada 20 desa yang belum cair tahap I. Penyebabnya ada perlambatan dari pelaporan SPJ tahun 2018 oleh desa," ujar Jasmady kepada detikcom, Kamis (29/8/2019).
Kemudian, lanjut Jasmady, Sumber Daya Manusia (SDM) di desa masih dianggap lemah, terutama dalam pengelolaan keuangan. Terlebih adanya program inovasi desa, yang menjadi konsentrasi baru sebagai kewajiban desa untuk pengelolaan dana desa.
"Dimaklumi, desa itu terkait sumber daya manusia itu masih dianggap lemah, terutama dalam pengelolaan keuangan desa. Selain itu adanya pergantian kepala desa yang baru juga bisa berdampak pada pemanfaatan dana desa," ujarnya.
Meski demikian, menurut Jasmady, dari tahun ke tahun berbagai permasalahan tersebut perlahan dapat diatasi. Jika merujuk pada Indeks Desa membangun (IDM), pada 2017 lalu, Kalimantan Barat yang memiliki 2.031 desa tersebut hanya 1 desa saja yang stastusnya desa mandiri. Kini, berkat pengelolaan dana desa yang semakin baik, dalam tempo 2 tahun saja, Kalimantan Barat memiliki 76 desa mandiri.
"Pada 2019 ini ada beberapa desa yang berubah, dari status desa berkembang menjadi maju, bahkan mandiri. Pada 2017 lalu, Kalbar itu dari 2.031 desa, hanya 1 desa yang berstatus desa mandiri, nah sekarang sudah ada 76 desa mandiri," ujarnya.
Jasmady mengatakan, IDM ini sangat penting untuk mengukur status desa bagaimana korelasi antara penggunaan dana desa dengan status desa. Status desa pun akan berpengaruh pada porsi dana desa yang didapatkan suatu desa.
"Dari presentase memang (dana desa) mengalami kenaikan, pada 2018 rata-rata setiap desa mendapatkan antara Rp 600 juta-Rp700 juta. Sekarang bisa antara Rp 700-Rp 900 juta per desa. Terkait afirmasi memang ada penambahan ada juga pengurangan terkait pengukuran status desa. Mau tidak mau status desa ini akan berimplikasi pada jumlah dana desa yang diterima," ujarnya.
Adapun salah satu kabupaten yang memiliki desa terbanyak di Kalimantan Barat, yakni Sintang pun kini mengalami perkembangan. Pada 2017 lalu bahkan, tak ada desa mandiri di kabupaten tersebut. Namun, kini telah terlahir 6 desa mandiri, diikuti dengan kemajuan status desa lainnya dengan berkurangnya desa sangat tertinggal.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Sintang, Herkolanus Roni mengatakan, upaya yang dilakukannya untuk mengentaskan stastus desa tertinggal di antaranya dengan membedah permasalahan yang ada di desa tersebut. Setelah terjun langsung, ia pun menemukan adanya masalah pemahaman bagaimana mengalokasikan dana desa tersebut terpenuhi.
"Ketika kita masuk, kita coba melihat apa yang perlu ditingkatkan. Ternyata, terkait pemahaman mereka bagaimana mengalokasikan dana desa itu, sehingga IDM itu terpenuhi. IDM itu kan indikatornya Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan. Nah ini yang kita coba bedah untuk melihat permasalahan paa desa yang sangat tertinggal," ujarnya.
![]() |
Pada 2017 lalu, lanjut Roni, di Sintang desa sangat tertinggal masih terdapat 213 desa. Kemudian ada 184 desa tertinggal, 28 desa berkembang, 1 desa maju dan tidak ada desa mandiri. Saat ini, saat dilakukan kembali pemetaan, pihaknya menemukan perkembangan yang signifikan di desa-desa yang ada di Sintang.
"Tahun 2019 ini, kita ada 6 desa mandiri, dari tidak ada pada dua tahun lalu, menjadi 6 desa. Untuk desa maju, dari 1 desa, menjadi 14 desa. Kemudian desa berkembang, yang tadinya hanya 28 desa, kini menjadi 103 desa. Lalu, desa tertinggal masih 184, dan sangat tertinggalnya menjadi 85 dari 213," ujarnya.
Menurut Roni, peningkatan status desa tersebut akibat dari dana desa dan pengelolaannya yang semakin maksimal.
"Kalau ditanya apakah dana desa ini bermanfaat, saya tegaskan sangat bermanfaat. Contohnya saya pernah ke desa terjauh di Sintang, seperti desa deme, perjalanannya lebih dari 1 hari, pakai mobil tapi harus double gardan. Kemudian esoknya menggunakan speedboat 4 jam, disambung hingga jalan kaki 3 jam." bebernya.
"Kalau kita bayangkan di sana hutan belantara, ternyata tidak, di sana bagaimana desa itu berusaha membangun daerahnya. Di sana sekarang ada rapat beton, ada listrik juga dengan PLTS, yang tadinya tidak ada listrik. Jadi kalau orang mengatakan dana desa tidak tepat sasaran, saya pikir mungkin kareba mereka belum pernah ke desa. Kalau mereka sudah pernah ke pelosok desa, saya pikir mereka akan menepis itu," pungkasnya.
Untuk mengetahui informasi lainnya dari Kemendes PDTT, klik di sini.
(mul/mpr)