"Kalau kita menyebutnya sebagai tarifnya 23% ini telah memperhatikan golongan. Kemudian jenis golongan itu ada jenis SKM (Sigaret Kretek Mesin), SPM (Sigaret Putih Mesin), SKT (Sigaret Kretek Tangan), golongannya 1,2, dan 3," kata Heru di kantornya, Sabtu (14/9/2019).
Selain perbedaan jenis atau golongan (yang sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau), teknologi pembuatan rokoknya yang berbeda-beda, serta komponen dari rokoknya pun akan membuat tarif cukai tak seragam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heru memastikan, jenis rokok SKT yang diolah dari industri padat karya akan diterapkan tarif cukai terendah.
"Pemerintah memberikan perhatian kepada industri yang padat karya itu yang pertama. Sehingga korelasinya atau implementasinya adalah SKT pasti akan tarifnya lebih rendah kenaikannya, daripada yang padat modal (menggunakan mesin)," papar dia.
Lalu, rokok yang komponennya dominan dari Indonesia sendiri juga akan diberikan pertimbangan dalam kenaikan tarif cukai ini.
"Rokok-rokok yang mempunyai konten lokal lebih tinggi tentunya kita akan perhatikan melalui kebijakan tarif dibandingkan dengan rokok-rokok yang dominan menggunakan konten impor," ucap Heru.
(fdl/fdl)