Sekitar empat tahun lalu, di kawasan Bogor, Restia kesulitan mencari tempat tisu yang berukuran besar untuk di rumahnya. Untuk menemukan sarung tisu dengan motif atau gambar yang bagus juga ternyata sulit. Bahkan ia sudah mendatangi toko-toko, tapi yang ia temui sarung tisu dengan harga selangit namun motifnya tak sesuai harapannya.
Selain itu dia juga mencari sarung tisu di marketplace yang barangnya berasal dari luar negeri. Namun sayang, kualitas jahitannya kurang baik dan ukurannya berbeda dengan tisu yang ada Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika memulai usaha ini, modal yang dikeluarkan sebesar Rp 200.000 untuk membeli contoh bahan. Dengan kemampuan menjahit seadanya, Restia memberanikan diri untuk meminjam mesin jahit ibunya.
Untuk menambah kemampuan menjahitnya, Restia rajin menonton tutorial jahit tempat tisu di berbagai channel YouTube. "Hingga akhirnya saya berhasil membuat tempat tisu 250 sheet yang pertama untuk dipajang di rumah," kenang dia.
Sejak awal, dia mengerjakan usaha ini sendiri tanpa bantuan siapapun. Mulai dari pemilihan bahan, produksi hingga penjualan. Untuk penjualan selain aktif mengikuti bazaar, Restia juga memanfaatkan media daring untuk pemasaran misalnya Instagram (@rumahtissue) dan marketplace.
Usaha keras yang Restia lakukan membuahkan hasil, pelan-pelan usahanya berkembang. Setiap tahun omzet rumahtissue mengalami peningkatan.
"Satu tahun terakhir omset rumahtissue mencapai Rp 30-50 juta per bulan. Dengan produksi kurang lebih 1.000 pcs cover retail dan 1.000 pcs suvenir," ujarnya.
![]() |
Untuk penjualan harian sekitar 30-50 pcs dengan nilai sebesar Rp 1,5 - Rp 3 juta untuk cover retail. Harga tisu yang ditawarkan untuk retail mulai dari Rp 28.000-99.000 semua tergantung ukuran dan bahan. Sedangkan untuk suvenir harga mulai Rp 5.000 dengan minimal order 30 pcs dan lama pengerjaan 7 hari kerja.
Pelanggan rumahtissue tersebar dari Aceh sampai Papua. Namun pembelian terbanyak memang masih berasal dari Pulau Jawa. Restia juga pernah mendapatkan pesanan dari Belanda dan Malaysia.
Demi mengikuti perkembangan zaman, rumahtissue pun mengubah citra pada tahun kedua. Restia mulai fokus menggunakan bahan-bahan berkualitas baik dari awalnya menggunakan bahan katun jepang yang tersedia di pasaran.
Namun, dengan motif-motif unik yang saat ini sedang tren, ternyata lebih diminati oleh pembeli. Untuk harga, Restia menyebut ini lebih mahal dibandingkan bahan katun Jepang biasa. Namun sesuai dengan kualitas bahan dan tinta printnya lebih baik.
Sekarang, Restia tak lagi mengerjakan produksinya sendiri. Ia kini memperkerjakan satu keluarga penjahit, yakni dua orang penjahit yang merupakan pasangan suami istri dan satu orang adalah adik dari penjahit yang membantu membuat pola dan potong kain. Kemudian juga ada admin yang melayani pembelian yan tidak lain adalah anak dari penjahit. Restia kini fokus pada pemasaran, keuangan dan pemilihan desain sampai model.
Dalam menjalankan usaha, Restia mengaku ada saja kendala yang dihadapi, mulai dari terbatasnya jumlah produk akibat keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan bahan baku kain print yang mahal.
"Skala produksi dan penjualan rumahtissue pun masih tergolong kecil dibanding kompetitor home decor lainnya," imbuh dia.
Saat ini, rumahtissue belum berhasil membuka jalan untuk dropshipper karena penjualan masih menggunakan skema siapa cepat dia dapat saat stok masih tersedia.
Restia membagikan tips untuk detikers yang ingin memulai bisnis. Menurut dia, jika ada keinginan jangan ditunda-tunda. Begitu mendapatkan inspirasi atau ide harus segera dijalankan.
"Begitu ada ide langsung dieksekusi, kalau terhalang dengan modal, bisa jadi reseller produk yang penting cari market-nya dulu baru pengembangan usaha. Harus semangat, kalau mau berhasil biasanya jatuh dulu," kata dia.
detikers yang sedang mencari tempat tisu kering atau tempat tisu basah bisa melihat Instagram @rumahtissue. (kil/ara)