Syahrul bertemu dengan Menteri ATR Sofyan Djalil pukul 09.00 WIB. Sejam kemudian sekitar pukul 10.00 WIB keduanya selesai melakukan rapat.
Ditemui usai rapat, Syahrul menyatakan bahwa selama ini cara mendapatkan data lahan baku sawah dinilai masih kurang tepat. Dia menyatakan pencitraan satelit yang masih kurang tepat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Syahrul, resonansi yang didapatkan lewat satelit meskipun sudah level yang paling tinggi seringkali masih terjadi bias. Maka itu deviasi data terjadi dan butuh diluruskan.
"Dengan resonansi tinggi di situ ada bias, sekarang kita ada satu data sehingga deviasi bisa diperhitungkan. Katakanlah sudah ada data clear yang hijau itu nggak usah digubris, ada data kuning masih bisa pakai satelit," ucap Syahrul.
Syahrul mengatakan bahwa nantinya Kementerian ATR/BPN, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Informasi dan Geospasial (BIG), dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan turun ke lapangan melakukan pengecekan langsung agar tidak ada data yang salah.
"Nah yang merah ini akan turun ke lapangan lihat yang mana yang salah," ucap Syahrul.
Perlu diketahui, Kementerian ATR, BPS, BIG dan BPPT merupakan pihak yang melakukan riset dan menetapkan data mengenai lahan baku sawah di Indonesia.
Sebelumnya empat lembaga ini menetapkan luas lahan baku sawah dalam Ketetapan Menteri ATR/BPN Nomor 339 Tahun 2018, dalam ketetapan itu lahan baku sawah tercatat mencapai 7,1 juta hektare (ha).
(zlf/zlf)