Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Ditjen Perhubungan Laut Wisnu Handoko mengatakan bahwa monopoli terjadi karena adanya perjanjian-perjanjian antara perusahaan pelayaran, pengirim barang dan penerima barang.
"Permasalahannya adalah pada ekosistem logistik. Perusahaan pelayaran, pengirim, penerima," ucap Wisnu di kantornya, Jumat (1/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Shipper (pengirim) atau forwarder (perusahaan pelayaran) kuasai booking order container buat forwardernya. Bisa pakai nama berbeda tapi sama saja," papar Wisnu.
Selanjutnya, ada beberapa yang merangkap menjadi penerima barang, meskipun beda perusahaan namun penerima barang di lokasi tujuan sudah bekerja sama dengan pengirim. Sehingga aliran barang hanya masuk ke satu sumber saja.
"Forwarder bisa bersamaan jadi consignee (penerima). Otomatis kan ada korelasi kok pake itu terus jasanya," ucap Wisnu.
Karena sudah ada praktek kerja sama di tiga sektor tadi membuat suatu perusahaan operator pengirim barang dipastikan selalu mendapatkan orderan pengiriman. Sedangkan operator lain tidak mendapatkan pesanan.
"Yang layani forwarder jadi hanya beberapa saja 1, 2 atau 3 saja, jadinya itu-itu saja. Kecenderungan kalau itu saja harga pun jadi tinggi karena tak ada pilihan lagi," lanjut Wisnu.
(zlf/zlf)