Cerita Sukses dari Perbatasan, Merantau dan Jadi Juragan Camilan

Cerita Sukses dari Perbatasan, Merantau dan Jadi Juragan Camilan

Uji Sukma Medianti - detikFinance
Senin, 04 Nov 2019 15:45 WIB
Foto: Pradita Utama/detikcom
Nunukan - Menjadi pengusaha sukses memang harus punya pemikiran out of the box. Di saat warga Nunukan berbondong-bondong untuk menjadi petani rumput laut, Hardi (38) memilih untuk mengembangkannya ke model bisnis lain.

Namun, keputusannya menjadi seorang pengusaha bisnis camilan ini tak lepas dari getirnya kehidupan yang ia jalani. Hardi bercerita saat pertama kali menginjakkan kakinya di Nunukan pada 2001, ia benar-benar datang dengan modal seadanya. Bahkan kerja serabutan pun ia jabani.

Ia menuturkan, tahun pertama tinggal di Nunukan tepatnya pada 2002 ia pernah merasakan pahitnya menjadi kuli bangunan yang hanya digaji sebesar Rp 20 ribu per hari. Memiliki mental yang pantang menyerah, ia pun mencoba peruntungan menjadi supir ekspedisi di salah satu perusahaan cabang Unilever.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setelah dari kuli bangunan saya ikut teman jadi supir. Saya mengajukan kerja di situ ternyata gajinya lebih kecil dari kuli bangunan Rp 450 ribu per bulan. Artinya kan Rp 15 ribu per hari tetapi saya ingin pengalaman di situ. Jadi waktu di-interview saya nggak bilang gaji saya sesuai kemampuan saya, maka itu saya ingin pengalaman dari pekerjaan ini," jelasnya saat ditemui detikcom.

Tujuan awal untuk mencari pengalaman dan mendapatkan ilmu baru pun terus dia lakukan. Setelah dua tahun bekerja sebagai supir, ia pun memutuskan untuk mengundurkan diri begitu merasa sudah punya pengalaman yang cukup.

"Kemudian saya memutuskan untuk freelance, akhirnya saya jualan sabun, kosmetik. Barangnya dari Surabaya," tuturnya.

Titik balik kehidupan Hardi pun akhirnya mulai menemukan jalan. Ini berawal dari kunjungannya ke Dusun Mamolo Kelurahan Tanjung Harapan Kecamatan Nunukan Selatan. Di Dusun Mamolo, terdapat budi daya rumput laut yang terus berkembang bisnisnya. Hardi pun berpikir amat disayangkan apabila rumput laut yang subur tumbuh di perairan Nunukan hanya dijual mentah.


"Waktu saya datang ke Mamolo kok rasa-rasanya sayang sekali kalau produk ini hanya dijual mentah-mentah," tutur Hardi.

Perasaan itu pun terus mengusik dirinya, lantaran budidaya rumput laut di desa ini memang sangat berkembang. "Jadi sayang sekali kalau tidak dibuat produk turunannya," lanjutnya.

Saat itu, Hardi tidak muluk-muluk. Bermodalkan uang sebesar Rp 300 ribu untuk membeli bahan-bahan racikan olahan. Dengan dibantu oleh istrinya Muntini (34), pada 2014 Hardi pun memulai bisnis UMKM Karima. Tahun pertama adalah yang tahun terberat bagi Hardi dan sang istri. Sebab, tahun-tahun tersebut merupakan tahun investasi bagi Hardi.

"Tahun pertama untuk investasi tahun ke-dua baru bisa ambil untung," jelasnya.

Ia pun harus jatuh bangun untuk membangun bisnisnya. Ketika sedang berat-beratnya memulai usaha, jalan terang pun datang satu per satu. Tepatnya pada 2017, usaha Hardi mulai dilirik oleh pemerintah daerah.


Ia mendapatkan bantuan pengadaan mesin pengadon, mesin pengiris hingga mesin packaging. Hardi menuturkan kalau beli dengan uang sendiri, harga mesinnya ada di kisaran Rp 3 juta sampai Rp 10 juta.

Tidak terlalu sulit bagi Hardi jika sudah menemukan ciri khas produknya. Ia terus melakukan inovasi produk camilannya ke macam-macam jenis. Di antaranya, menjadi amplang atau pilus rasa rumput laut, keripik tempe rumput laut serta camilan berbahan rumput laut dan terigu yang gurih dan renyah.

Tiap bulannya, Hardi harus membeli sebanyak 50 kilogram hingga 100 kilogram rumput laut per bulan yang menghasilkan sebanyak 4.000 sampai 5.000 bungkus camilan.

Harga jualnya pun bervariasi mulai dari Rp 12 ribu hingga Rp 15 ribu untuk ukuran 50 gram dan 60 gram. Usaha dan pil pahit yang ia telah akhirnya berbuah manis. Hardi mengatakan saat ini omzet yang diperoleh dari usahanya bersama sang istri bisa mencapai Rp 20 juta sampai Rp 30 juta per bulannya. Ia juga telah memiliki

"Omzet sekarang sudah mencapai Rp 20 juta sampai Rp 30 juta per bulan. Harga rumput laut kering saat ini Rp 35.000 per kilogramnya," tutur dia.

Foto: Pradita Utama/detikcom


Hampir seluruh kegiatan produksi di UMKM Karima harus ter-support oleh listrik. UMKM rumahan yang berada di Jalan Ujang Dewa Kecamatan Nunukan Selatan ini telah memasang daya 10 ampere atau setara 2.200 VA. Sayangnya, Hardi harus mendesain kemasannya di Mojokerto, sebab di Nunukan belum ada jasa pembuatan kemasan produk makanan.

"Kemasannya dari Mojokerto. Rp 1.200 per kemasan dan Rp 2.000. Itu belum termasuk ongkir," tuturnya.

Packaging adalah hal penting dan harus menjadi perhatian ketika produk UMKM rumahan ingin naik kelas. Hal ini pula yang berkali-kali disinggung oleh Presiden Joko Widodo dalam setiap kunjungan kerjanya ke daerah-daerah di Indonesia. Nilai jual dari setiap produk yang dikemas secara menarik akan bertambah bila melalui proses packaging yang maksimal.

Berkaitan dengan hal tersebut, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) turut memberikan perhatian melalui Rumah Kreatif BUMN atau RKB. Melalui RKB, PLN juga memberi perhatian khusus bukan hanya lewat penyuluhan maupun pembinaan. RKB PLN juga membantu proses sertifikasi setiap produk-produk unggulan UMKM di Nunukan.

Fasilitator RKB PLN Nunukan Wahyu Dian Ningrum menuturkan rata-rata UMKM binaan PLN Nunukan sudah memiliki izin usaha atau fasilitas kesehatan serta sudah memiliki label halal. "UMKM unggulan kita punya Karima. Dia sudah kita bantu dari segi perizinan dan label halal dibantu," tuturnya dalam kesempatan terpisah.

Saat ini, UMKM yang sangat potensial dikembangkan adalah rumput laut dan walet. Dian berharap nantinya akan ada dapur produksi sendiri di RKB PLN Nunukan. Sehingga semakin dapat membantu kerja sama dengan para mitra UMKM supaya dapat menjadi UMKM yang go global.

"Sebetulnya dengan berada di perbatasan ini, itu adalah kesempatan buat UMKM untuk dapat go global," kata Dian.

[Gambas:Video 20detik]


(ujm/ara)

Hide Ads