"Terus terang kalau dari kebutuhan nasional, kemampuan kita untuk melakukan produksi garam masih sangat baru setengahnya, mungkin kurang dari setengahnya," jelas Edhy usai menghadiri rapat koordinasi di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Ia menuturkan, impor garam industri merupakan suatu keterpaksaan demi menutupi kebutuhan dalam negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, pihaknya melakukan berbagai upaya demi meningkatkan produksi garam dalam negeri baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Pertama, dengan mengadakan Program Pemberdayaan Usaha Garam (PUGAR) untuk petani garam. Dalam PUGAR itu, ada teknologi geomembrane yang dinilai dapat menggenjot produksi garam.
"Nah KKP sendiri akan meningkatkan kualitas dengan geomembrane. Garam rakyat ini akan kita tingkatkan. Dan alhamdulillah dari 7.000 hektare lahan yg sudah kita lakukan oleh kementerian yang lalu, ini sudah menghasilkan produksi yg luar biasa. Satu hektare itu menghasilkan hampir 30% peningkatan, dan kualitas garamnya lebih putih," terang Edhy.
Lalu, pihaknya juga akan memberikan diversifikasi dalam mencari dana bertambak garam.
"Bagaimana para petambak garam mungkin penghasilannya lebih baik. Bagaimana memodifikasi dengan cara diversifikasi, dengan dana bertambak garam dan lain-lain, ini lagi kita cari jalan keluarnya," terang Edhy.
Lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga akan membangun gudang penyimpan garam baru. Hal itu dilakukan untuk menambah kapasitas gudang yang saat ini baru berkapasitas 49.000 ton garam.
"Pembuatan gudang juga cukup besar. Ini akan terus kita lakukan. Ya kalau dibutuhkan akan kita tambah. Pasti akan ditambah," paparnya.
Terakhir, pihaknya tengah membangun pilot project untuk industri garam chlor alkali plan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, dari rencana luas tambak garamnya 400 Hektare baru terealisasi sekitar 4-6 hektare.
"Ada di NTT yg baru 4-6 hektare ini baru pilot project, yang rencananya 400 hektare ini yang akan terus kita dorong," pungkas Edhy.
(dna/dna)