Data itu diragukan oleh beberapa ekonom asing. Salah satunya lembaga ekonomi yang bernama Capital Economics.
Mereka curiga pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dalam beberapa waktu terakhir bertahan di kisaran 5% tidak sesuai kenyataan. Menurut catatan Capital Economics pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh lebih rendah dari laporan BPS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mendengar hal itu, Kepala BPS Suhariyanto pun angkat bicara. Dia menjelaskan bahwa dalam menghitung Produk Domestik Bruto (PDB) BPS juga diawasi oleh banyak pihak, termasuk lembaga pemberi utang internasional IMF.
"Ketika kita menghitung PDB, semuanya harus mengacu pada manual dari PDB. Harus diikuti semuanya. Kedua, BPS ini dimonitor oleh forum masyarakat statistik. Yang kedua temab-teman IMF selalu datang ke BPS minimal sekali setahun dengan timnya check," terangnya.
"Dan selama lima tahun berturut-turut, kita dapat statement bahwa data PDB akurat. Sekarang betul nggak bahwa kita stable? Nggak juga, dari 5,17% ke 5,02% kan turunnya tajam," tambahnya.
Jika dilihat dari komponennya memang rata-rata melemah. Konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2019 5,01% turun dari kuartal sebelumnya 5,17%.
Sementara untuk investasi ada PMTB tercatat tumbuh 4,21% atau turun dari kuartal sebelumnya 5,01%. Sedangkan konsumsi pemerintah tumbuh 0,98% jauh lebih lambat dari pertumbuhan kuartal sebelumnya 8,25%.
Ekspor barang dan jasa hanya tumbuh 0,02% naik dari kuartal sebelumnya yang terkoreksi -1,98%. Sementara impor barang dan jasa terkoreksi -8,61% lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang terkoreksi 6,78%.
"Saya tunjukkan clear, bahwa sebetulnya kalau kalian mengumpulkan data sebelumnya, bahwa impor mesin dan perlengkapan itu kan dalem banget. Ekonominya berarti nggak paham dia. Siapa yang ngomong," ujarnya.
Pria yang akrab disapa Kecuk itu pun menantang balik Capital Economics untuk menjabarkan prediksinya. "Coba dong ngomong prediksinya berapa. Check prediksinya dia, tapi bandingkan dengan semua prediksi yang di bawah 5% dikit sekali," tutupnya.
(das/fdl)