Menperin Kritik Keras Harga Gas Industri Masih Tinggi

Menperin Kritik Keras Harga Gas Industri Masih Tinggi

Trio Hamdani - detikFinance
Rabu, 11 Des 2019 09:32 WIB
Foto: dok. PGN
Jakarta - Harga gas industri masih dikeluhkan oleh dunia usaha karena dinilai mahal. Padahal sudah ada Peraturan Presiden Nomor 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Beleid ini mengatur harga gas bumi untuk sektor industri tertentu senilai US$ 6 per million british thermal unit (MMBTU).

Namun menurut keluhan yang diterima dari pelaku industri, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan gas masih dijual di atas US$ 6 per MMBTU untuk industri yang seharusnya mendapatkan harga tersebut.

"Dalam perpres tersebut sudah ditetapkan harga gas industri itu seharusnya U$S 6. Tapi sekarang pada kenyataannya masih di atas harga yang sudah ditetapkan tersebut," kata dia di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut informasi selengkapnya.




Minta Harga Turun

Menperin meminta agar untuk industri tertentu yang diatur dalam perpres tersebut mendapatkan harga gas US$ 6 per MMBTU.

"Jadi ini satu isu yang harus betul-betul diperhatikan, agar industri yang mempunyai ketergantungan tinggi dari gas itu, harga gasnya bisa kita dorong untuk turun mendekati US$ 6," sebutnya.

Dia menjelaskan mahalnya harga gas industri membuat daya saing Indonesia berkurang dibandingkan dengan kawasan industri yang ada di negara lain.

Apalagi bagi industri yang kontribusi bahan baku gasnya hingga 40-60% dari biaya produksi. Daya saing mereka amat dipengaruhi oleh harga gas tersebut. Untuk itu Agus mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti masalah tersebut.

"Berkaitan dengan bahan baku, memang bahan baku itu menjadi sangat penting, khususnya bahan baku yang berupa energi seperti gas. Ini kami sekarang sedang mem-follow up perpres yang berkaitan dengan harga gas industri," tambahnya.




Apa Kata PGN?

Dirut PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) Gigih Prakoso menjelaskan bahwa harga gas yang diatur dalam Perpres 40/2016 adalah yang dijual langsung oleh produsen di hulu. Sementara PGN adalah trader atau pemain di sektor hilir.

"Dalam hal ini Perpres 40 itu mekanismenya berbeda karena dia diberlakukan untuk penjualan langsung dari produser. Itu perusahaan KKKS. Jadi kalau diberikan US$ 6 itu si industrinya harus ngambil langsung atau berkontrak langsung dengan perusahaan KKKS, bukan dengan PGN," kata dia saat dihubungi detikcom, Selasa (10/12/2019).

PGN, lanjut dia adalah trader yang membeli gas dari hulu lalu menjual ke industri. Dari hulu, pihaknya membeli di atas harga US$ 6 per MMBTU. Jadi PGN menjual di atas harga tersebut karena ada biaya distribusi dan lain sebagainya untuk sampai ke industri.

"Kalau kami kan semacam perusahaan trader ya. Jadi kita membeli dari hulu baru menjual. Kita membeli di hulu saja sudah US$ 6, bahkan US$ 7 di Jawa Timur," ujarnya.

Jadi dengan menjual di atas US$ 6 per MMBTU, pihaknya tidak melanggar aturan main Perpres 40/2016 karena memang regulasi tersebut tidak mengikat PGN sebagai penjual di sektor hilir.

"Nah Perpres 40 itu diberikan khusus kepada industri dengan harga khusus tapi dia harus berkontrak langsung dengan produsen gas," tambahnya.




Simak Video "Video: Bahlil Bakal Buat Regulasi soal Pengeboran Sumur Minyak Rakyat"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads