Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengungkapkan pihaknya bersama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Badan Reserse Kriminal Polri bekerja sama guna mengungkap kasus penyelundupan dalam satu tahun ada aliran dana dari luar negeri yang digunakan untuk mendanai pengepul membeli benur tangkapan nelayan lokal mencapai Rp 300 miliar hingga Rp 900 miliar.
Modus yang digunakan oleh pelaku adalah melibatkan sindikat internasional. Sumber dana berasal dari bandar yang ada di luar negeri yang kemudian dialirkan ke berbagai pengepul di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan, penyelundupan ekspor ini menggunakan tata cara pencucian uang dan melibatkan beberapa usaha. Sehingga banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dengan melakukan penyamaran.
Mereka menggunakan kegiatan usaha valuta asing (PVA) atau money changer sebagai perantara transaksi antara sindikat yang berada di luar negeri dengan pelaku di Indonesia.
"Kemudian penggunaan rekening pihak ketiga, antara lain toko mainan perusahaan pemilik usaha garmen dan perusahaan ekspor ikan dalam menampung dana yang berasal dari luar negeri," jelas dia.
Dampak dari eksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan khususnya lobster yang tidak sesuai peraturan dapat berakibat semakin menurunnya ekspor lobster dari Indonesia ke luar negeri.
Penyelundupan ini dapat menimbulkan kerugian negara yang signifikan atau mengurangi penerimaan negara dan mengancam kelestarian sumber daya lobster di Indonesia.
(dna/dna)