Jiwasraya Defisit Rp 32 T, Benarkah Ada Perampokan Terstruktur?

Jiwasraya Defisit Rp 32 T, Benarkah Ada Perampokan Terstruktur?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 17 Des 2019 08:05 WIB
Jiwasraya Defisit Rp 32 T, Benarkah Ada Perampokan Terstruktur? Foto: Ari Saputra
Jakarta - PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sedang mengalami masalah keuangan karena modal yang defisit. Hal ini terjadi karena salah kelola oleh direksi lama yang menempatkan investasi di instrumen saham gorengan.

Pengurus lama disebut tidak menjalankan prinsip kehati-hatian. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta agar direksi lama dicekal dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak segan menempuh jalur hukum untuk penyelesaian masalah ini.

Bagaimana defisit ini bisa terjadi?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anggota komisi VI DPR, Mukhtaruddin mendesak agar hasil audit yang telah dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bisa dibuka.

Hal ini bertujuan untuk mengungkap adanya kesalahan pengelolaan investasi perseroan dan dugaan adanya korupsi yang dilakukan direksi lama.

Dia menjelaskan, masalah yang terjadi di Jiwasraya bukan merupakan kesalahan direksi baru. Melainkan, masalah defisit keuangan perseroan merupakan kesalahan direksi lama yang dinilai sudah merupakan perampokan terstruktur.

"Saya sepakat ini ada perampokan terstruktur, karena tidak mungkin investasi yang dilakukan tanpa ada kehati-hatian pasti ada unsur kesengajaan," kata dia di ruang komisi VI DPR, Jakarta, Senin (16/12/2019).

Ia juga meminta penegak hukum bisa segera memproses adanya dugaan korupsi yang dilakukan manajemen dan direksi lama.

"Infonya Kejagung juga sudah masuk. Perlu ada pencekalan terhadap direksi lama yang terindikasi terlibat. Orang lama yang harus bertanggung jawab. Ini malah direksi baru yang selamatkan iya," jelas dia.

Aggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Daeng Muhammad mengatakan ada kejahatan yang dilakukan secara berkomplot dan terorganisir dan melibatkan banyak pihak.

"Ada produk yang dijual menjanjikan sesuatu yang plus plus bahasa saya, yang di luar kebiasaan jualan asuransi. Jadi ada design produk yang dijual yang di luar kebiasaan asuransi dan saya pikir ini keputusan yang dilakukan oleh perusahaan tidak ujug-ujug, tidak tiba-tiba dikeluarkan," kata dia.

Dia menegaskan bahwa Komisi VI DPR tidak hanya berkonsentrasi membantu direksi baru untuk melakukan penyehatan perusahaan, namun jajaran DPR juga mengawal agar para komplotan kejahatan pasar modal diproses secara hukum.

"Komisi VI bersepakat nanti akan memperdalam ini sebagai rekomendasi nanti, bukan hanya penyelesaian penyelamatan terhadap uang nasabah tapi juga bagaimana rekomendasi terhadap pelaku-pelaku pencurian di Jiwasraya. Supaya ada penjeraan dan ini sudah berulang kali," kata dia.


Dia menyebut, dugaan praktik korupsi di Jiwasraya sendiri terjadi di era kepemimpinan Hendrisman Rahim dan Hary Prasetyo. Penempatan investasi perseroan tidak memenuhi prinsip kehati-hatian terjadi seiring dengan dijualnya produk JS Saving Plan pada 2014 hingga 2018.

Produk ini menawarkan persentase bunga tinggi yang cenderung di atas nilai rata-rata berkisar 6,5% hingga 10%. Berkat penjualan produk ini, persero memperoleh pendapatan total dari premi sebesar Rp53,27 triliun.

Dia menyebut manajemen lama menempatkan dana nasabah pada saham-saham gorengan yang dikelola Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro seperti PT SMR Utama Tbk (SMRU), PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), PT Hanson Internationl Tbk (MYRX), PT Rimo Internasional Lestari Tbk (RIMO), dan PT Capitalinc Investment Tbk (MTFN).

Saat ini Hendrisman Rahim menduduki jabatan di sebuah perusahaan asuransi yang berafiliasi dengan PT Pool Advista Finance Tbk yang menjadi 1 dari 14 perusahaan manajer investasi, pengelola portofolio investasi Jiwasraya. Sedangkan Hary Prasetyo saat ini beraktivitas di Kantor Staf Presiden.

Apa yang akan dilakukan Sri Mulyani?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan pemerintah akan lebih dalam membahas masalah Jiwasraya ini.

"Membahas langkah yang dilakukan bersama regulator antara kuasa pemegang saham dan kami sebagai Menteri Keuangan bendahara negara serta bagaimana cara menanganinya," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/12/2019).

Dia menjelaskan pemerintah juga akan menempuh jalur hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Hal ini jika terjadi kriminalitas yang membuat Jiwasraya gagal membayar polis jatuh tempo kepada nasabah.

"Kita juga menengarai jika di situ ada hal-hal yang sifatnya kriminal, maka kita akan minta aparat penegak hukum untuk penanganan sesuai dengan undang-undang," jelas dia.

Sri Mulyani juga menjelaskan, saat ini pemerintah sudah mengantongi data-data untuk penegakan hukum yang disampaikan.

"Seluruh data yang diperoleh dan dilakukan untuk penegakan hukum akan kami sampaikan kepada kepolisian, kejaksaan bahkan KPK," imbuhnya.

Direksi lama bakal dicekal?

Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka mendesak Kepolisian dan pihak Imigrasi mencekal manajemen lama PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Hal ini untuk mengungkap adanya dugaan korupsi yang dilakukan direksi lama saat menjabat sejak 2008 hingga 2018.

"Pertama direksi yang ada adalah baru semua. Artinya publik juga harus tahu bahwa ini bukan direksi yang akibatkan persoalan Jiwasraya seperti ini. Jadi mohon ada cekal untuk direksi lama," ujar Rieke dalam Rapat Dengar Pendapat di Jakarta, Senin (16/12/2019).

Rieke menegaskan, DPR bersama Kementerian BUMN dan manajemen baru berkomitmen menyelesaikan masalah tunggakan Jiwasraya terhadap nasabah pemegang polis Saving Plan. Ia pun mewacanakan bakal membentuk Panitia Kerja (Panja) DPR untuk bisa mencari solusi penyelamatan Jiwasraya.

"Ini uang yang tidak kecil dan direksi yang sekarang yang harus nanggung resiko. Padahal semuanya karena direksi lama yang menyebabkan ini semua. Ini bukan maling, tapi perampokan tingkat tinggi," imbuh Rieke.

Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi VI DPR Daeng Muhammad mengatakan perlu didalami pula peran dan keterangan regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pelaku pasar modal. Pasalnya, kata Daeng, produk Jiwasraya Saving Plan telah ditemukan kejanggalan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2015 namun temuan tidak dilanjuti.

"Saya juga tidak mengerti kenapa dibiarkan. Apa sih kerjaan OJK selama ini, ambil duit jaminan tapi kerjanya ngapain?" cetus Daeng.



Simak Video "Video: Kejagung Ungkap Cara Jiwasraya Manipulasi Kerugian"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads