Jiwasraya 3X Ganti Dirut saat Ada Gagal Bayar di 2018

Jiwasraya 3X Ganti Dirut saat Ada Gagal Bayar di 2018

Vadhia Lidyana - detikFinance
Minggu, 29 Des 2019 20:40 WIB
Kondisi Jiwasraya (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Pada tahun 2018, pengisi jabatan Direktur Utama (Dirut) PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami pergantian hingga tiga kali. Dari sebelumnya Hendrisman Rahim yang menjabat sebagai Dirut sejak 15 Januari 2008 hingga 19 Januari 2018, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2014-2019, RIni Soemarno beberapa kali merombak direksi perusahaan asuransi pelat merah tersebut.

Berdasarkan catatan detikcom, Hendrisman Rahim digantikan oleh Muhamad Zamkhani sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirut per tanggal 19 Januari 2018. Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada 18 Mei 2018, Rini menunjuk Asmawi Syam sebagai Dirut.

Namun, selang lima bulan, tepatnya pada 5 November 2018, Kementerian BUMN menunjuk Hexana Tri Sasongko untuk menggantikan Asmawi dari jabatan Dirut Jiwasraya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Mengingat perusahaan tengah dirundung gagal bayar polis sebesar Rp 802 miliar kala itu, juga keruhnya kinerja keuangan, wajarkah posisi Dirut diganti sampai tiga kali?

Menjawab pertanyaan itu, Pengamat BUMN sekaligus Kepala Lembaga Manajemen FEB UI, Toto Pranoto menilai bahwa pergantian direksi hingga tiga kali wajar saja.

"Jadi gonta-ganti direksi saya kira itu hal yang wajar saja. Karena masalah yang dialami Jiwasraya sedemikian rumit, dan besar sekali," kata Toto kepada detikcom, Minggu (29/12/2019).


Bahkan, ia mengatakan, pergantian Dirut itu justru membongkar 'borok' kinerja dari pejabat sebelumnya.

"Justru mengungkap 'borok-boroknya'. Jadi kalau ditanya siapa yang paling bertanggung jawab ya pihak-pihak di 2008 sampai 2017. Sampai kemudian terjadi pergantian direksi," terang Toto.


Namun, dalam hal ini Toto juga menyoroti kinerja pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pemerintah di periode 2008 sampai 2017 juga.

"Tapi mungkin tidak disalahkan sendiri, karena mungkin otoritas pengawasannya (OJK) termasuk Kementerian BUMN saat itu tidak terlalu kuat dalam proses pengawasan. Sehingga manipulasi-manipulasi yang dilakukan tidak terdeteksi," pungkas dia.


(dna/dna)

Hide Ads