Kondisi ini dikhawatirkan bisa mempengaruhi perekonomian global termasuk perekonomian Indonesia.
Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan jika eskalasi konflik AS Iran meningkat dan Timur Tengah makin bergejolak dampaknya bisa membuat harga minyak mentah jenis Brent di atas US$ 76-80 per barel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan untuk barang non subsidi beberapa bulan ke depan akan dilakukan penyesuaian harga.
"Otomatis Inflasi yang lebih tinggi tapi tidak disertai kenaikan pendapatan masyarakat yang signifikan akan menggerus daya beli masyarakat," jelas dia.
Menurut dia ketika 56% komponen terbesar ekonomi adalah konsumsi rumah tangga, dan daya beli merosot maka pertumbuhan ekonomi bisa di bawah 4,8% pada 2020.
Baca juga: Ketegangan AS-Iran Bikin Harga Emas Meroket |
Sedangkan untuk jangka panjang kinerja ekspor Indonesia makin susah. Pasar non tradisional misalnya timur tengah yang prospeknya masih besar bagi Indonesia jadi porak poranda karena perang. "Kita mau ekspor ke mana lagi?" imbuh dia.
Soal investasi juga tertahan. Para investor cenderung bermain aman dan masuk ke aset seperti dolar dan emas. Realisasi investasi akan terganggu jika prospek geopolitik memburuk.
(kil/dna)