Menurutnya, ekspor benih lobster itu mata pencaharian para nelayan yang terenggut sejak 3 tahun lalu.
"Lalu bagaimana industri mereka? Dan ini sudah terjadi bertahun-tahun. Permen 56 itu tahun 2016. Sudah 3 tahun mereka terkatung-katung. Sekarang masih dibiarkan mereka mati," ujar Edhy ketika diwawancarai detikcom di kediamannya, Komplek Widya Chandra, Jakarta, Jumat (10/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada petani, petambak yang menangkap benih-benih lobster ini di daerah Lombok Tengah dan beberapa daerah lainnya. Dia tergantung hidupnya dengan ini. Tiba-tiba harus dimatikan usaha mereka tanpa ada solusi, itu sama saja mereka dikasih peluru suruh tembak dirinya," kata Edhy.
Permen 56 tahun 2016 itu dinilai Edhy tak berpihak pada nelayan. Pasalnya, banyak nelayan yang dipenjara karena ketahuan menangkap dan menyelundupkan benih lobster.
"Berapa orang yang dipenjara sekarang? Tak bisa menyekolahkan anaknya. Berapa orang? Apa ini tidak kita pikirkan?" imbuh dia.
Bahkan, menurutnya ketika Permen 56 tahun 2016 itu ditetapkan, marak kasus penyelundupan benih lobster.
"Dulu sebelum ada Permen ini kan nggak ada istilah penyelundupan-penyelundupan. Penjualan sebebas-bebasnya, di bandara, di pelabuhan. Kemudian ada pelarangan," terang Edhy.
Menurut Edhy, tahap pencabutan larangan penangkapan dan ekspor benih lobster ini terus di-update kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
"Yang paling penting saya selalu lapor kepada Presiden, dan saya lapor pada Menko. Bagi saya selama ini diperintahkan, ya saya akan jalan," tutup Edhy.
(zlf/zlf)