Perkembangan riset dan teknologi di Indonesia masih sangat rendah. Hal itu lantaran kegiatan inovasi yang dilakukan di Tanah Air juga masih lemah.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan, lemahnya inovasi Indonesia terbukti dalam Global Innovation Index (GII) Indonesia berada di peringkat ke-85 dari 129 negara. Di Asean saja peringkat Indonesia masih rendah.
"(Indonesia) peringkat kedua terendah di Asean. Indikator terburuk adalah lemahnya institusi," ujarnya saat membuka Rapat Kerja BPPT 2020 di gedung BPPT, Jakarta, Senin (24/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ma'ruf menambahkan dari sisi anggaran Indonesia cukup besar untuk penelitian dan pengembangan yang mencapai Rp 27 triliun. Angka itu masih lebih besar dari negara tetangga.
"Lebih besar dibanding Filipina sekitar Rp 12 triliun dan Vietnam Rp 24 triliun," tuturnya.
Namun yang menjadi permasalahan adalah sebagian besar sumber dana untuk penelitian dan pengembangan itu berasal dari pemerintah. Porsi swasta masih sangat sedikit.
Menteri Riset, Teknologi dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro menerangkan anggaran untuk riset Indonesia jika dihitung berdasarkan PDB masih relatif kecil, yakni hanya 0,25% dari PDB. Sangat jauh jika dibandingkan dengan negara yang paling gencar melakukan riset seperti Korea Selatan yang mencapai 4% dari PDB.
Namun permasalahan intinya bukan itu. Jika dilihat dari porsinya 80% sumber dana itu berasal dari pemerintah.
"0,25% ini belum puncak masalahnya. Puncaknya dengan anggaran sedikit tadi, 80% datang dari APBN, dari pemerintah, hanya 20% dari swasta. Jadi yang tertarik dan sibuk melakukan riset epmerintah. Justru ini yang membuat riset Indonesia tidak akan maju," tambahnya.
Bambang menerangkan, sumber dana riset tidak berasal dari swasta maka dasar dari penelitian bias dan tidak fokus pada kebutuhan sebenarnya di pasar. Sebab swastalah yang tahu apa yang dibutuhkan masyarakat.
Sebaliknya, jika didorong oleh pemerintah, pengembangan riset bias. Sebab pemerintah sangat kental dengan birokrasi. Fokusnya hanya menyelesaikan penyerapan anggaran
"Kalau pemerintah yang sibuk dalam riset, ujung-ujungnya hanya penyerapan anggaran, tidak tahu fokusnya. Riset dan bikrokrasi itu tidak akan bisa selaras," tuturnya.
Menurut Bambang Indonesia harus mencontoh Korsel dan Jepang. Dua negara itu sumber dana risetnya 80% berasal dari swasta.
Tak hanya itu, Indonesia juga menghadapi persoalan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk melakukan riset. Indonesia hanya memiliki 89 peneliti untuk 1 juta penduduk. Berbeda dengan Vietnam rasionya 673 peneliti untuk 1 juta penduduk.