Kementerian Perhubungan mengeluhkan rendahnya nilai denda untuk kasus pelanggaran truk obesitas alias over dimension over load (ODOL). Selama ini denda maksimal yang ditetapkan dalam UU 22 tahun 2009 hanya Rp 500 ribu.
Bahkan, menurut Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi, dalam praktiknya denda yang diputuskan bisa hanya Rp 150-200 ribu saja. Dia menilai denda ini tak akan berikan efek jera.
"Ancamannya itu kan sesuai di UU 22 itu cuma Rp 500 ribu tapi penjatuhan sesuai hakim. Informasi yang saya dapatkan, begitu pelanggaran tilang dilakukan vonisnya bervariasi. Dari Rp 150 sampai 200 ribu doang dendanya, kalau segitu nggak akan kasih efek jera," kata Budi di Gerbang Tol Wiyoto Wiyono, Jakarta Utara, Senin (9/3/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan pihaknya dan Korlantas Polri akan mengajukan revisi untuk jumlah denda pelanggaran truk obesitas. Kebetulan, UU 22 tahun 2009 sendiri sedang dibahas revisinya oleh DPR.
"Mungkin akan kita usulkan dinaikkan karena sekarang sedang direvisi UU 22. Saya dengan Pak Istiono (Kakorlantas) sudah sepakat usulkan denda tilang lebih daripada Rp 500 ribu, sehingga berikan efek jera," kata Budi.
Ditanya soal usulan denda, dia mengaku belum mengantongi usulan nominalnya. Yang jelas dia sedang mengkoordinasi dan mengkaji hal ini dengan pihak yang bersangkutan.
"Belum ada nominal. Kami sedang kaji dan koordinasi sama yang lain," ungkap Budi.
Kemenhub sendiri akan melakukan kebijakan zero ODOL alias pelarangan total kendaraan obesitas mulai 2023. Namun, mulai sekarang pihaknya sudah mulai melakukan pembatasan untuk truk obesitas.
Mulai dari pelarangan melintas di jalan tol sepanjang Tanjung Priok hingga Bandung, hingga pelarangan di pelabuhan. Untuk di jalan nasional sendiri, Kemenhub hanya mengizinkan truk ODOL yang mengangkut tujuh komoditas pilihan.
Tujuh komoditas pilihan itu yakni semen, baja, kaca lembaran, beton ringan, air minum dalam kemasan, pulp dan/atau kertas, serta keramik.
(eds/eds)