Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi mengatakan, sebenarnya ada yang lebih berbahaya ketimbang penggunaan kantong kresek yaitu plastik sachet.
"Karena plastik multilayer itu sulit di daur ulang," kata dia belum lama ini.
Berdasarkan laporan terbaru Greenpeace berjudul "Throwing Away The Future: How Companies Still Have It Wrong on Plastic Pollution "Solutions", sebanyak 855 miliar sachet terjual di pasar global pada tahun ini, dengan Asia Tenggara memegang pangsa pasar sekitar 50%.
Melihat fakta itu, kata dia, seharusnya pemerintah mendorong produsen menggunakan plastik daur ulang yang lebih ramah lingkungan.
"Inisiatif penggunaan kemasan daur ulang selama ini baru datang dari masyarakat, bukan dari produsen. Yang perlu dilakukan produsen adalah bagaimana skema dan bisnis ini perlu dilakukan," jelas Atha.
Masyarakat, lanjut dia, tak bisa sepenuhnya disalahkan terkait benyaknya sampah plastik yang mencemari lingkungan. Dijelaskan Atha, prilaku konsumsi masyarakat dibentuk oleh industri.
"Produsen selalu beralasan mereka memproduksi kemasan sachet karena daya beli konsumen adalah sachet," jelas Atha.
Padahal sampah sachet atau plastik multilayer nilai ekonomisnya sangat rendah. Akibatnya, pemulung cenderung mengabaikan sampah jenis ini dan hanya memungut plastik jenis PET karena dapat dijual kembali dengan harga tinggi untuk industri daur ulang.
Ketua Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) Pris Polly Lengkong, mengatakan, tidak berharganya sachet dimata pemulung mengingat belum ada pihak yang berniat mendirikan pabrik atau industri daur ulang untuk sampah sachet atau kemasan multilayer. IPI memprediksi, sampah plastik jenis sachet akan menumpuk pada 2027 jika tak segera diatasi.
Ketua Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi) Justin Wiganda mengatakan bahwa kebutuhan industri daur ulang terhadap produk multilayer sangat kecil.
"Kita tidak punya data yang pasti, tetapi bisa dibilang angkanya kurang dari satu persen," kata Justin.
Karena itu, kebijakan pelarangan plastik yang saat ini sedang digagas pemerintah sekali pakai seperti kantong kresek yang kebutuhan daur ulang nya cukup besar, sementara kemasan sachet atau multilayer yang kebutuhan daur ulang nya sangat kecil justru tidak dilarang.
Pengamat persampahan Sri Bebassari mengatakan bahwa produsen memiliki tanggung jawab terhadap pengelolaan sampah sachet yang mereka hasilkan.
"Kita seharusnya mengacu pada Pasal 15 Undang-Undang nomor 18 tentang Pengelolaan Sampah. Di situ disebutkan bahwa produsen harus bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka hasilkan dari produk yang mereka buat," jelas Sri.
(dna/dna)