Rusia-Saudi 'Perang', Harga Minyak Anjlok 27% Dalam Sepekan

Rusia-Saudi 'Perang', Harga Minyak Anjlok 27% Dalam Sepekan

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 13 Mar 2020 12:22 WIB
Harga Minyak Dunia Anjlok
Foto: Reuters
Jakarta -

Perang minyak yang terjadi antara Rusia dan Arab Saudi masih terus terjadi. Hal ini menyebabkan harga minyak mentah dunia terus merosot.

Mengutip CNN Business, penurunan permintaan bahan bakar seperti bensin dan solar, kemudian larangan perjalanan ke luar negeri tak pernah dibayangkan sebelumnya. Hal ini merupakan mimpi yang paling buruk untuk pasar minyak dunia.

Harga minyak mentah pada Kamis tercatat U$ 31 per barel atau turun 6% setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan adanya pembatasan perjalanan ke Eropa sebagai langkah pencegahan penyebaran virus corona.

Kemudian harga minyak turun ke level US$ 30,02 per barel. Dalam satu minggu saja, harga minyak mentah sudah terperosok hingga 27%.

Analis Strategi Bidang Energi Rabobank, Ryan Fitzmaurice mengungkapkan hal ini tak pernah diprediksi sebelumnya.

"Sehingga dampak pada permintaan minyak masih belum pasti. Ini lebih dari masalah yang ada di industri perminyakan," kata dia dikutip dari CNN Business, Jumat (13/3/2020).



Dia menjelaskan Rusia menolak usulan OPEC yang meminta untuk memangkas produksi. Karena itu Arab Saudi yang merupakan pimpinan OPEC membalas Rusia dengan mengancam akan membanjiri pasar dengan minyak murah.

Karena hal tersebut, investor di seluruh negara berupaya untuk mengamankan asetnya seperti saham sampai obligasinya. Hal ini dikhawatirkan memicu masalah-masalah pada bursa saham yang ada di seluruh dunia seperti Dow Jones, hingga S & P.

Saat ini memang industri minyak seperti kehilangan kepercayaan, apalagi ditambah dengan pembatalan ribuan penerbangan dan banyaknya wisatawan yang khawatir dengan penyebaran corona.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rystad Energy memprediksi larangan tersebut berpotensi membuat 600.000 barel minyak tak dikonsumsi. Kepala riset pasar minyak di Rystad Energy Bjoerna Tonhaugen mengungkapkan hilangnya kepercayaan ini berpotensi terus terjadi, apalagi penanganan pemerintah di negara-negara tersebut masih diliputi ketidakpastian, masalah corona juga akan berdampak pada perekonomian global.




(kil/eds)

Hide Ads