Rupiah Jatuh Tersungkur di Tengah Serangan Corona

Rupiah Jatuh Tersungkur di Tengah Serangan Corona

Danang Sugianto - detikFinance
Sabtu, 21 Mar 2020 05:30 WIB
Ilustrasi dolar AS
Ilustrasi/Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Kian hari nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin mengkhawatirkan. Dolar Amerika Serikat (AS) menekuk rupiah sehingga berada di level Rp 16.000, bahkan sempat tembus Rp 16.200.

Mengutip data perdagangan Reuters, Jumat (20/3/2020), dolar AS telah menguat 262 poin atau 1,6% sepanjang hari. Hingga pukul 14.50 WIB, Jumat (20/3/2020) dolar AS tercatat bergerak di rentang Rp 15.925-16.200. Sedangkan secara point to point dibandingkan setahun yang lalu, interval pergerakan dolar AS terhadap rupiah mencapai 2.635 poin.

Jika ditarik sejak awal tahun, dolar AS bergerak dari level Rp 13.559. Angka tersebut dicapai pada Februari 2020 lalu. Dari data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), kurs tengah dolar AS terhadap rupiah kemarin telah menyentuh level Rp 16.273. Dalam sepekan kurs tengah JISDOR bergerak di rentang Rp 14.815-16.273.


Menurut data RTI, dolar AS kemarin tercatat menguat 273 poin atau 1,72%. Nilai tukar mata uang Paman Sam terhadap rupiah menyentuh level Rp 16.173.

Lalu apa yang akan dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi)? Klik halaman selanjutnya



Jokowi meminta Bank Indonesia (BI) terus melakukan upaya untuk mengembalikan stabilitas rupiah, salah satunya memberlakukan penggunaan rekening rupiah di dalam negeri.

"Saya minta BI fokus terus jaga stabilitas rupiah, menjaga inflasi agar terkendali, dan mempercepat berlakunya ketentuan penggunaan rekening rupiah di dalam negeri," tuturnya saat membuka ratas melalui video conference dikutip dari akun Sekretariat Negara, Jumat (20/3/2020).

Jokowi juga meminta pemerintah, BI, OJK, dan LPS mempererat sinergi untuk memastikan ketersediaan likuiditas di dalam negeri. Lalu juga memantau sistem keuangan dan melakukan mitigasi risiko secara komprehensif.

Untuk di bidang perbankan, Jokowi meminta OJK untuk fokus pada kebijakan stimulus ekonomi yang memberikan kemudahan dan keringanan bagi kelompok-kelompok terdampak khususnya UMKM dan sektor informal. Dengan begitu aktivitas produksi tetap bisa berjalan sehingga menghindari PHK.


"Saya dapat laporan OJK sudah keluarkan stimulus ekonomi, bagi debitur, termasuk debitur UMKM yang terkena dampak Covid-19. Saya kira kebijakan restrukturisasi kredit maupun pembiayaan sangat bagus. Saya minta kebijakan stimulus ini dievaluasi secara periodik untuk lihat kebutuhan-kebutuhan yang ada di lapangan," ucapnya.

Untuk itu, Jokowi juga meminta adanya realokasi anggaran yang difokuskan sebagai insentif ekonomi bagi pelaku usaha, khususnya UMKM dan sektor informal. Gubernur BI Perry Warjiyo telah mendengar arahan tersebut. Menurutnya saat ini pasar tengah panik.



Perry menekankan bahwa kondisi saat ini berbeda dengan krisis sebelumnya baik di 1998 maupun 2008.

Perry menjelaskan, yang terjadi saat ini adalah kepanikan investor yang merata di seluruh pasar keuangan. Sebab virus corona begitu cepat menyebar ke berbagai negara termasuk negara maju.

"Yang terjadi saat ini sangat berbeda dengan 1998 atau 2008. Sekarang yang terjadi adalah kepanikan seluruh pasar keuangan global, termasuk juga pemilik-pemilik modal di seluruh dunia karena begitu cepat merebaknya virus, ke AS ke berbagai negara di Eropa, Inggris, dengan eskalasi yang cepat," terangnya melalui video conference, Jumat (20/3/2020).

Kepanikan itu membuat para investor menjual asetnya secara bersamaan dan menerimanya dalam bentuk dolar AS. Hal itulah yang membuat dolar AS menggila, lantaran banyak diserap oleh pasar termasuk di Indonesia.

"Memang investor dan pelaku pasar global melepas semua aset-asetnya yang mereka miliki apakah saham, apakah obligasi, emas, dan mereka menjualnya dalam bentuk dolar, sehingga di seluruh dunia terjadi pengetatan dolar di pasar keuangan global. Dalam konteks itu memang Indonesia juga terkena. Kita tidak sendiri, seluruh negara mengalami hal sama," tambahnya.

Menurut data yang dia punya, hingga 19 Maret 2020 telah terjadi penarikan dana asing (capital outflow) mencapai Rp 105,1 triliun. Terdiri dari SBN yang dilepas asing Rp 92,8 triliun dan pasar saham Rp 8,3 triliun.

"Memang sebagian besar capital outflow terjadi pada bulan Maret seiring dengan eskalasi yang sangat cepat penyebaran virus di negara-negara maju tadi di Eropa tadi. Sehingga ini yang dihadapi seluruh dunia, ada pelepasan aset keuangan dan mereka konversi ke dolar," tutupnya

Lalu apa yang akan dilakukan BI? Klik halaman selanjutnya



Perry Warjiyo mengatakan, langkah stabilisasi nilai tukar yang dilakukannya dengan selalu menyediakan suplai dolar AS di pasar. Tujuannya untuk menenangkan pasar.

"Kami lakukan dengan intervensi baik secara tunai, spot maupun secara forward melalui Domestik Non Delivery Forward. Ini untuk menjaga mekanisme pasar dan agar tidak terjadi kepanikan dan memberikan confidence di pasar," terangnya.

Untuk cadangan devisa (cadev) sendiri, Perry memastikan kondisinya masih lebih dari cukup. Hingga akhir Februari 2020 posisinya masih US$ 130,4 miliar.

"Tentu saja berkoordinasi dengan pemerintah, Menkeu, Menteri BUMN, tentu saja langkah lanjutan akan dilakukan bagaimana kemudian berbagai program maupun pembiayaan budget nanti juga akan didatangkan devisa," tambahnya.

Selain itu, BI juga masih terus melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) yang dilepas oleh investor asing. Total SBN yang sudah dibeli BI dari investor asing mencapai Rp 163 triliun.

"Sehingga ini bisa kurangi tekanan pada pasar SBN. Dengan OJK kami koordinasi dengan menjaga pasar tetap berjalan. Fokus kami menjaga confidence, memastikan bekerjanya mekanisme pasar, dan menjaga kecukupan likuiditas baik rupiah maupun valas," tambahnya.


Hide Ads