Kementerian Perhubungan di bawah Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Permenhub itu mengizinkan pengemudi ojek online (ojol) untuk mengangkut penumpang dalam kondisi tertentu.
Beleid itu dianggap bertentangan dengan aturan yang lebih dulu sudah dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Dalam lampiran poin D Permenkes pengemudi ojol dilarang secara tegas mengangkut selain mengangkut barang.
Hal inilah yang menimbulkan tanda tanya di tengah masyarakat, peraturan yang manakah harusnya dipatuhi pihak aplikator ojol?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengamat Perkotaan dan Transportasi Yayat Supriatna dalam hal ini mempertanyakan komitmen pemerintah. Apalagi bila ke depan angka positif dan kematian karena virus Corona karena aturannya itu.
"Jika peningkatan penyebaran penyakit karena ada rekomendasi dari Kementerian Perhubungan, maka siapa yang harus dipersalahkan, siapa yang tanggung jawab? Apa Pak Luhut berani memberikan garansi bahwa dengan adanya Permenhub ini tidak terjadi penyebaran dan bagaimana mencegah penyebaran tersebut?" ujar Yayat kepada detikcom, Senin (13/4/2020).
Untuk itu, menurutnya, seharusnya Luhut dan seluruh pihak terkait dapat mengikuti aturan dari Kementerian Kesehatan lebih dulu. Menimbang aspek kesehatan dan keselamatan diri saat ini lebih utama ketimbang aspek lainnya.
"Tujuan dari kebijakan Menkes itu 1 yaitu keselamatan dan perlindungan bagi masyarakat dari penyebaran. Artinya apa, Menkes itu sudah melingkupi seluruh aspek dalam kondisi seperti ini, sebetulnya tidak boleh ada tawar-tawaran lagi, harus dikedepankan aspek keselamatan, kesehatan dan pencegahan dari penyakit," sambungnya.
Apalagi Permenhub itu tidak dijelaskan secara rinci terkait pengawasan terhadap para pengemudi ojol. Sebab, selama tidak diiringi dengan pengawasan yang ketat kesehatan pengemudi dan penumpang jadi semakin rentan
"Walaupun di dalamnya ada persyaratan-persyaratan yang diminta tapi saya yakin susah ngontrolnya. Siapa yang memantau, siapa yang mau mengingatkan. Nah, kecuali dalam hal ini, misalnya ada salah satu teknis pencegahan, yang paling menarik apakah kalau rekomendasi dari Kementerian Perhubungan itu sudah ada garansi tidak terkait dengan kesehatan dari para driver ojol tersebut. Selama tidak ada jaminan, selama tidak ada perlindungan, artinya yang mengemudi dan menumpang pun akan jadi korban," ungkapnya.
(eds/eds)