Relaksasi ini berlaku pada pemesanan pita cukai yang diajukan oleh pengusaha pabrik pada tanggal 9 April-9 Juli 2020, diberikan penundaan selama 90 hari atau kurang lebih 3 bulan. Artinya, pemerintah tak akan menarik cukai dalam jangka waktu 3 bulan ke depan sebagai relaksasi bagi para pelaku usaha akibat tersendatnya logistik barang kena cukai (BKC) di pasar. Adapun industri yang bakal menerima manfaat penundaan penarikan cukai tersebut adalah industri yang memproduksi barang hasil tembakau (rokok).
Lalu, apakah dengan diberikan relaksasi tersebut otomatis harga rokok dan minuman beralkohol bakal turun di tengah pandemi ini?
Menurut Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Herman Juwono, dengan diberikannya relaksasi penarikan cukai, belum tentu harga rokok atau minuman beralkohol bisa langsung turun. Penentuan naik turunnya suatu produksi barang tertentu tentu dikembalikan pada kondisi pasar itu sendiri.
"Itu kan berlaku supply and demand ya, artinya apakah pabrik rokok itu mau menurunkan harga eceran tertingginya atau tidak itu nanti pasar yang menentukan, tapi dari segi cukai, cukainya kan tidak diturunkan, cukai tetap, hanya ditunda saja," ujar Herman kepada detikcom, Kamis (16/4/2020).
Baca juga: Sri Mulyani Libur Tarik Cukai 3 Bulan |
Selain itu, Herman menjelaskan bahwa tujuan dari diberikannya relaksasi penarikan cukai ini lebih kepada penyelamatan ekonomi secara menyeluruh. Bukan untuk menekan harga barang yang memang dibatasi peredarannya.
"Industri tempat pegawai itu bekerja kan tidak punya uang untuk membayar cukai pada waktunya, maka diberi relaksasi ini, kalau tidak punya uang tetap harus bayar, akibatnya nanti kegiatan produksi dikurangi, begitu dikurangi sebagian pekerjanya dirumahkan, tujuannya jelas jangan sampai ada pekerja yang dirumahkan atau PHK, karena ini menyangkut masyarakat bawah, supaya mereka tetap bisa bekerja," tutupnya.
(dna/dna)