Kemudian kebijakan social distancing akibat pandemi COVID-19 juga turut mempengaruhi harga miyak karena konsumsi yang terus turun. Hal ini menjadikan kebutuhan minyak global turun dari sebelumnya 100 juta barel per hari menjadi hanya 30 juta barel per hari.
"Wajar jika harga minyak mentah turun dan berdampak pada perekonomian. Apalagi negara penghasil minyak akan terpukul sekali. Dulu saja harga US$ 40 per barel rugi, apalagi sekarang," kata Ibrahim saat dihubungi detikcom, Rabu (22/4/2020).
Situasi tersebut di atas mendorong para investor mencari yang lebih aman yakni dolar AS. "Sehingga wajar jika rupiah kembali tertekan karena dolarnya menguat," imbuh dia.
Menurut Ibrahim selain harga minyak kabar kesehatan pimpinan Korea Utara Kim Jong Un juga menimbulkan ketidakpastian. Pasar khawatir jika ketegangan konflik di semenanjung Korea akan terjadi.
Hal ini pula yang membuat pasar kembali ke safe haven dan dolar AS. Dia menyebut hingga akhir perdagangan hari ini rupiah diproyeksi menguat karena sentimen positif dari Bank Indonesia (BI) tentang pengumuman lelang perdana surat utang negara (SUN) di bursa internasional.
Mengutip Reuters dolar AS hari ini tercatat Rp 15.507. Kemudian dari data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) 15.567.
Baca juga: Dolar AS Menguat Lagi, Ini Penyebabnya |
(kil/hns)