Larangan mudik untuk Lebaran tahun 2020 ini mulai berlaku sejak kemarin, Jumat (24/4). Pemerintah juga sudah menginstruksikan agar silaturahmi di Lebaran kali ini juga dilakukan melalui sosial media, video call/conference sebagai upaya memutus rantai penyebaran virus Corona (COVID-19).
Ternyata, kebijakan tersebut memberikan tamparan keras bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri. Sekretaris Ekskutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman mengungkapkan, tak ada harapan bagi industri TPT untuk bisa mengais pemasukan di Lebaran kali ini.
"Kita sama sekali nggak bisa diharapkan lebaran ini. Jadi memang pasar sudah sepi dari jauh-jauh hari," ungkap Rizal kepada detikcom, Sabtu (25/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rizal membeberkan, sejak tahun 2019 industri TPT dalam negeri memang sudah tertekan dengan banjirnya impor dari China. Apalagi sekarang ini ketika Corona memukul keberlangsungan hidup berbagai industri.
"Tahun 2019 itu kita impor dari China banyak sekali kain dan benang, juga pakaian jadi. Kemudian impor dari mereka terhenti ketika mereka kena Corona. Tapi itu hanya 3 bulan, nah mereka sekarang sudah selesai Corona, industri sudah jalan lagi. Tapi sekarang kita kena Corona. Jadi sekarang di China produksi sudah normal, sedangkan kita kena Corona, kitanya yang nggak normal," terang Rizal.
Ia mengatakan, permintaan akan TPT menurun drastis. Apalagi melihat kondisi saat ini di mana berbagai pusat perbelanjaan, seperti Pasar Tanah Abang dan berbagai mal tutup.
"Nah kondisi nggak normalnya itu berpengaruh pada daya beli masyarakat kita di domestik, pasar lokal kita. Daya beli turun, pusat grosir tekstil tutup misalnya Tanah Abang. Otomatis kan nggak ada sirkulasi perdagangan tekstil karena Tanah Abang tutup. Jadi daya beli masyarakat turun, pasarnya tidak ada, toko-toko tutup, sehingga permintaan pasti turun drastis," urainya.
Menurut Rizal, meski saat ini masih banyak penjual online yang tetap menawarkan baju Lebaran tak akan membantu industri TPT dalam negeri. Pasalnya, penjual online sebagian besar menjual pakaian jadi yang diimpor.
"Kalau beli garmen atau pakaian online itu perbandingan antara produksi lokal dengan impor, itu lebih banyak yang impor," pungkas Rizal.
(fdl/fdl)