Biang Kerok Harga Beras Medium di Atas HET

Biang Kerok Harga Beras Medium di Atas HET

Vadhia Lidyana - detikFinance
Jumat, 01 Mei 2020 11:30 WIB
Gudang Bulog di Kelapa Gading tak hanya menampung ratusan ribu ton beras. Di gudang itu juga diproduksi berbagai beras kualitas medium hingga premium.
Ilustrasi/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Harga beras medium pada hari Kamis (30/4) kemarin menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) berada di level Rp 11.800-12.000/kilogram (kg). Sejak tahun 2019, harga beras medium memang betah di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 57 tahun 2017.

Dalam aturan tersebut, HET beras medium untuk wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan (Sumsel), Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi adalah Rp 9.450/kg. Sedangkan, untuk wilayah Sumatera selain Sumsel, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Kalimantan, HET beras medium Rp 9.950/kg. Kemudian, untuk wilayah Maluku dan Papua, HET beras medium Rp 10.250/kg.

Menurut Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso, harga beras medium memang sulit jika harus dijual sesuai HET.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau beras premium keluar dari pabrik/penggilingan itu di bawah HET, artinya mengejar HET itu tercapai. Bahkan di pasaran masih banyak yang di bawah HET. Nah kalau kita bicara medium itu umumnya sekarang tidak ada harga sesuai HET, apalagi yang Rp 9.450/kg," kata Sutarto kepada detikcom, Kamis (30/4/2020).

Pihaknya pun sudah berulang kali mengusulkan kepada pemerintah agar HET beras medium ditinjau kembali. Sutarto berpendapat, HET beras medium idealnya hanya selisih Rp 2.500 dengan HET beras premium. Perlu diketahui, HET beras premium di wilayah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB, Sulawesi ialah Rp 12.800/kg. Sementara di wilayah Sumatera kecuali Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan sebesar Rp 13.300/kg. Lalu di Maluku dan Papua Rp 13.600/kg.

ADVERTISEMENT

"Itu kan mestinya dihitung kembali. Ini kan harus ditetapkan dengan hitungan awal, mulai dari gabah. Kemudian setelah jadi beras medium berapa, jadi kalau kita bertahan HET premium Rp 12.800/kg, ya idealnya medium sekitar Rp 10.300/kg," terang Sutarto.

Dihubungi terpisah, Direktur utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi mengatakan hal serupa. Ia menilai, pemerintah harus segera merevisi HET beras medium.

"Kalau kita lihat saat ini untuk HET Rp 9.450/kg itu memang agak berat. Saya sudah menyampaikan Rp 9.450/kg harga beras medium itu harus di-review. Hari ini saja ada panen raya yang masih belum selesai sampai satu bulan ke depan. Kalau beras premium Rp 12.800/kg itu masih bisa orang bekerja dan masih ada profit yang bisa dibagi," kata Arief kepada detikcom.

Lalu, apa penyebab dari tingginya harga beras medium melebihi HET?

Pengusaha Sebut BPNT Jadi Biang Keroknya

Sutarto mengungkapkan, penyebab utama harga beras medium di atas HET adalah harga gabah yang menyebabkan ongkos produksi beras medium tinggi.

"Untuk mencapai medium dengan HET Rp 9.450 sampai konsumen, dengan harga gabah sekarang ini tidak akan terpenuhi. Tidak mungkin, sekarang kan harga gabah Rp 4.600-5000 lebih per kilogramnya," kata Sutarto.

Selain itu, peralihan program bansos dari Rastra ke Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) juga menjadi salah satu penyebabnya. Saat ini, BPNT dibuka untuk pasar bebas, atau pemasok produk-produknya tak hanya Perum Bulog, pengusaha swasta pun diperbolehkan.

Menurut Sutarto, hal ini menyebabkan pembelian beras medium beserta volume penyerapannya tak beraturan.

Pasalnya, permintaan akan beras dari program BPNT ini sangat besar. Dengan tak adanya ketentuan volume penyerapan, dengan harga berapa, diserap dari mana, menyebabkan harga beras medium hanya mengikuti aktivitas di lapangan.

"Sekarang dari siapa sih permintaan beras yang besar di lapangan ini? Kan itu BPNT. Nah BPNT itu tidak ada standar. Sehingga banyak pelaku usaha itu yang membuat harga sekehendaknya saja, dan kualitasnya sekehendaknya. Kalau dulu raskin atau rastra standar harga jelas dari Bulog. Sekarang kan pasar bebas," imbuh Sutarto.

Ia mengatakan, para pemasok beras di program BPNT pada umumnya membeli beras medium dari distributor, bahkan tak langsung ke produsen. Mekanisme pasar inilah yang menyebabkan harga beras medium betah di atas HET.

"Alasannya supaya kualitas lebih baik. Ya memang lebih baik di atas medium, tapi harganya tidak standar. Jadi dinaikkan sedikit saja kualitasnya, tapi nilai keuntungan yang dimainkan beberapa pihak jadi naik," urainya.

Selain itu, di tengah pandemi Corona ini menurut Sutarto permintaan akan beras meningkat, bahkan sampai 50%.

"Sekarang permintaan banyak, meningkat, makanya kenapa harga sedikit bergerak. Dari BPNT, bansos kan sekarang lagi banyak, lalu masyarakat dari LSM, masyarakat umum sekarang bagi-bagi sembako. Nah permintaan sampai 50% meningkatnya," katanya.



Simak Video "Video: Satgas Pangan Polda Metro Jaya Cek Pasar Induk Beras Cipinang"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads