Megap-megap Dihantam Corona, Napas UMKM Nggak Lama Lagi Habis

Megap-megap Dihantam Corona, Napas UMKM Nggak Lama Lagi Habis

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Sabtu, 02 Mei 2020 16:55 WIB
Sejumlah pekerja menyelesaikan proses pembuatan kerupuk bunter di Cijaringo, Kampung Bunter, Desa Cihanjuang Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Sabtu (7/3/2020). Melihat Proses Pembuatan kerupuk bunter yang masih menjaga keasliannya dengan menggunakan tenaga manusia dan alat-alat tradisional yang masih tergolong kuno.
Ilustrasi UMKM/Foto: Muhamad Rizal
Jakarta -

Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang terdampak pandemi COVID-19. Wakil ketua umum Kadin Suryani SF Motik mengungkapkan saat ini UMKM benar-benar susah payah untuk bertahan.

"Kalau dulu tahun 1998 UMKM itu jadi tulang punggung, sekarang UMKM terdampak luar biasa," kata dia dalam sebuah diskusi di radio, Sabtu (2/5/2020).

Dia mengungkapkan hal ini terjadi karena pasokan yang berkurang akibat pengiriman yang terganggu hingga menyebabkan penjualan juga terganggu. Situasi berdampak pada berkurangnya kemampuan mempertahankan tenaga kerja.

Menurut Suryani UMKM pabrik saat ini hanya memiliki kemampuan 3 bulan untuk bertahan. "Rata-rata bertahan 2-3 bulan, apalagi UMKM yang hidupnya harian atau mingguan. Banyak yang sudah kolaps," imbuh dia.


Kemudian dari sektor restoran sudah hampir 90% merumahkan pegawai karena restoran tak beroperasi, atau jika beroperasi itu hanya terbatas.

Akibat pandemi ini UMKM juga terganggu meskipun dia berorientasi ekspor. "Contohnya di sektor perikanan, ikan-ikan di Ambon tak bisa diekspor ke luar negeri. Dibawa ke Jakarta saja itu tidak bisa karena terganggu pengirimannya," jelas Suryani.

Menurut Suryani, jika pemerintah tak memperhatikan hal ini maka nantinya pemerintah akan membayar biaya yang lebih mahal karena kerusakan semakin parah.

Misalnya memberdayakan masyarakat yang memiliki lahan kosong untuk menanam pangan dan pemerintah menyerap hasil-hasil tersebut. Kemudian, jika pemerintah ingin membagikan beras ke masyarakat diharapkan tidak menggunakan beras impor, menggunakan beras lokal yang dihasilkan oleh petani Indonesia.

"Pemerintah juga harus memberikan stimulus seperti menyediakan pasarnya," tutur Suryani.




(kil/hns)

Hide Ads