Beredarnya foto kondisi Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta) yang padat penumpang di tengah PSBB menunjukkan ada kelalaian dalam pengawasan. Untuk itu, penting bagi pemerintah mengoreksi kembali kebijakannya demi mencegah terjadinya penumpukan penumpang di bandara selama masa pandemi.
"Itu tanggung jawab siapa? Ya semua mulai dari pihak bandara sampai pemerintah khususnya Kementerian Perhubungan. Sayangnya, kesalahan itu tidak diambil tindakan cuma diperbaiki, tadi malam rapat di gugus tugas sudah jelas bahwa semua harus di atur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jadi tidak lagi boleh seperti kemarin yang terjadi," ujar Pengamat Kebijakan Publik dan perlindungan Konsumen Agus Pambagio kepada detikcom, Jumat (15/5/2020).
Menurut Agus, hal utama yang perlu ditegakkan secara serius adalah pemeriksaan persyaratan penumpang. Hal ini harusnya bisa dilaksanakan lebih ketat lagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Peraturannya sudah jelas, mulai dari Permen 25/2020 (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020) sampai Surat Edaran Gugus Tugas nomor 4, bahwa yang boleh pergi adalah bukan untuk tujuan mudik. Lalu, untuk yang pergi harusnya diberi banyak persyaratannya salah satunya surat dari atasan, kalau dia PNS minimal dari Eselon II, kemudian kalau nggak, misal karyawan swasta ada atasannya, kalau dia perorangan dia minta surat RTRW dan seterusnya," tutur Agus.
Kemudian, calon penumpang diwajibkan membawa bukti keterangan sehat bebas COVID-19 agar bisa mendapatkan tiket keberangkatannya.
"Bisa swab, bisa cepat (rapid), terserah, pokoknya harus ada itu di mana sudah disebut. Lalu, beli tiketnya pun harus dengan surat keterangan itu, tanpa itu tidak bisa mendapatkan tiket. Itu sudah diatur. Tapi apa yang terjadi airlines masih menjual tiket secara online," kata Agus.
Layanan cek kesehatan di Bandara Soetta juga sebaiknya ditiadakan demi mencegah penumpukan penumpang. Pasalnya, bandara dinilai tidak sesuai dipakai untuk melakukan hal tersebut.
"Bandara didesain sedemikian rupa untuk orang datang ke bandara check in kemudian boarding ke pesawat dan pergi, pulang juga sama jadi tidak ada tempat untuk orang sebegitu banyak dokter mengecek dan sebagainya. Nah, ini pemerintah menyalahi lagi, kenapa buka check in di situ untuk kesehatan kan sudah diatur tidak boleh, orang sampai bandara itu sudah harus bawa tiket, tidak lagi ada pengecekan kesehatan," imbaunya.
Terakhir, pemerintah diminta tegas menginstruksikan pihak pengelola bandara membatasi penerbangan menjadi hanya maksimal tiga penerbangan per jam
"Kemudian, sudah tau ini kan terbatas sehingga perhubungan udara harus mengatur slot, slot nya jangan seperti slot normal, di mana tiap jam bisa 12 penerbangan atau pesawat, tiap jam harus slot nya 1 saja maksimal 3 lah. Karena apa, karena perlu waktu 3 jam untuk ngecek semuanya, jadi kalau kayak kemarin sudah pasti berantakan," katanya.
(eds/eds)