Dahlan menjelaskan, seharusnya BUMN yang menyangkut ketahanan negara seperti di bidang pangan tidak boleh lebih kecil dari BUMN bisnis.
"Sebetulnya saya merasa gagal ketika jadi menteri adalah ketika mendorong agar BUMN mempunyai perusahaan dibidang pangan yang seraksasanya karena BUMN ini kan milik negara sedangkan pangan adalah ketahanan negara seharusnya jangan sampai BUMN di bidang pangan lebih kecil dibanding BUMN yang di bidang bisnis pada umumnya yang semua orang sudah melakukan," kata Dahlan melalui telekonferensi, Senin (18/5/2020).
Namun yang terjadi saat ini adalah BUMN terkait kepentingan publik untuk ketahanan negara sangat lemah. Padahal seharusnya BUMN di bidang tersebut harus paling kuat.
"Agak memalukan menurut saya kalau BUMN kuat di bidang yang tidak terlalu terkait dengan ketahanan negara tapi sangat lemah yang justru secara langsung terkait dengan kepentigan publik. Mislanya waktu itu saya sangat prihatin bahwa BUMN di bidang pangan kalah dengan bakso Blok S saking kecilnya dan saking jeleknya," ungkapnya.
Selain itu, Dahlan menilai kemampuan ekspor BUMN sangat lemah. Padahal seharusnya kehadiran BUMN bisa mendorong ekspor Indonesia.
"Kita tahu bahwa eksporlah senjata yang sangat diperlukan oleh negara tapi BUMN sangat lemah di bidang ekspor ini," ucapnya.
Dahlan bercerita sejak awal ia merasa salah menjadi Menteri BUMN karena tidak setuju dengan keberadaan BUMN. Menurutnya, keberadaan BUMN menghalangi masyarakat dalam berbisnis. Akhirnya ia setuju dengan keberadaan BUMN namun dengan catatan BUMN harus go public.
"Saya dulu pernah bicara waktu diangkat sebagai Menteri BUMN bahwa sebetulnya presiden salah telah mengangkat saya sebagai Menteri BUMN karena sebenarnya saya kurang setuju BUMN itu terlalu dominan. Negara itu kan didirikan untuk mensejahterakan rakyat bukan untuk berbisnis tetapi kok punya BUMN yang negara jadi berbisnis kemudian seolah-olah negara bersaing dengan rakyatnya," imbuhnya.
Meski begitu, ia bersyukur dengan adanya BUMN. Jika tak ada BUMN ia menduga bank-bank besar di Indonesia mungkin sudah menjadi milik asing karena krisis 2008 lalu.
"Seandainya bank-bank besar di indonesia tidak dimiliki oleh BUMN mungkin semua bank di Indonesia sekarang sudah dimiliki asing. Jadi ternyata ada baiknya juga memang ada BUMN, tapi menurut pendapat saya tetap harus selektif mana BUMN yang harus turun tangan dan mana BUMN yang harus menyerahkan itu kepada swasta," katanya.
(dna/dna)