Pedagang jamu mengeluhkan sepinya pembeli di tengah pandemi COVID-19. Padahal ketika virus Corona merebak di Indonesia mulai muncul kesadaran masyarakat untuk hidup sehat, salah satunya dengan mengkonsumsi obat-obatan dari bahan alami.
Satami, pedagang jamu bermodal tenda di kawasan Dr. Satrio, Jakarta Selatan mengeluhkan sepinya pembeli. Dia mengungkapkan terkadang jamunya hanya laku satu gelas setelah semalaman berjualan. Untung-untung, paling banyak habis tiga gelas.
"Paling saya kadang-kadang semalam laku segelas, dua gelas, tiga gelas. Bayangin," kata dia saat berbincang dengan detikcom, Selasa malam (2/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengaku penjualannya merosot hingga 90%. Dengan kata lain omzetnya kini hanya 10% dari sebelum adanya pandemi COVID-19.
Pedagang jamu tenda lainnya juga mengungkapkan hal serupa. Rino, pria yang menjajakan jamu di kawasan Dr. Saharjo, Jakarta Selatan mengaku mengalami kejatuhan omzet sejak merebaknya virus Corona.
"Kalau lagi ramai ya paling dapat Rp 400-500 ribu. Lagi sepi paling Rp 300 ribu, Rp 250 ribu," sebutnya.
Pedagang jamu di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Budi mengaku sempat merasakan lonjakan pembeli saat awal-awal merebak virus Corona. Tapi, Budi si penjual mengakui kini pembelinya mulai drop.
"Masalahnya masyarakat sudah, ya kayak nggak nyata lah virusnya. Jadi masyarakat sudah nggak mikirin," ujarnya.
Mul, pemilik toko jamu di Petamburan, Jakarta Barat juga mengalami penurunan omzet. Saat ini penjualannya ditaksir turun 20%.
"Kalau sekarang-sekarang 20% ada kali ya (penurunan penjualan)," tambahnya.
(toy/eds)