Industri ekonomi digital menjanjikan peluang bisnis yang masih sangat luas. Banyak perusahaan startup yang lahir untuk memanfaatkan peluang tersebut.
Namun, industri startup tidak hanya menjanjikan kesuksesan, banyak juga startup yang tumbang lantaran tak kuat bersaing. Ujung-ujungnya beberapa sektor bisnis digital dikuasai segelintir perusahaan aplikasi.
Misalnya di sektor transportasi, saat ini di Indonesia hanya ada dua perusahaan aplikasi berbasis transportasi yakni Gojek dan Grab. Sebelumnya Uber pernah ikut menantang, tapi akhirnya terpaksa mengibarkan bendera putih di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sektor lain, seperti e-commerce misalnya, pasarnya juga dikuasai oleh segelintir saja. Lalu benarkah ada semacam duopoli di industri startup tanah air?
Pendiri Indies Capital dan AC Ventures, Pandu Patria Sjahrir yang sudah cukup banyak pengalaman dalam investasi startup tak sepakat dengan pandangan itu. Dia menilai masih ada peluang yang cukup besar bagi startup baru yang ingin bersaing dengan perusahaan yang sudah ada.
"Startup baru sangat bisa, di China ada perusahaan bernama Pinduoduo yang melakukan social commerce. Dalam waktu 5 tahun dari nol menjadi valuasi US$ 80 miliar. Padahal di e-commerce sudah ada perusahaan seperti Alibaba, JD yang besar-besar. Jadi bakal ada selalu kesempatan untuk pemain-pemain baru," tuturnya saat berbincang dengan detikcom.
Di Indonesia pun dia meyakini hal yang sama. Sebab jika dilihat dari pasarnya masih memiliki peluang untuk terus membesar. Dia mencontohkan saat ini sebenarnya masyarakat Indonesia yang berbelanja online baru 2%.
Dengan pasar sebesar itu saja sudah bisa menghasilkan beberapa perusahaan e-commerce besar di Indonesia. Jika masyarakat Indonesia yang belanja online naik jadi 10% saja akan bisa memberikan ruang bagi startup baru untuk berkembang.
"Contoh lain di Indonesia ada perusahaan seperti Paxel, SiCepat yang sekarang sedang menjadi perusahaan e-logistic besar padahal ada perusahaan seperti JNE dan mereka berkembang cepat sekali," terangnya.
Lagi pula, bukan berarti perusahaan startup yang sudah besar di Indonesia tahan terhadap guncangan. Bahkan ada juga perusahaan unicorn yang melakukan PHK.
"Tapi menurut saya sebagian yang besar ini ada PHK juga bagus, karena itu lumrah, sehingga mereka paham ada up and down. Kalau market lagi turun ya terpaksa harus melakukan itu. Ya salah satunya juga peta persaingan yang semakin ketat," tutupnya.
(das/ara)