'Cerai' dengan Aramco, Pertamina Cari Mitra Lain Bangun Kilang Cilacap

'Cerai' dengan Aramco, Pertamina Cari Mitra Lain Bangun Kilang Cilacap

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Sabtu, 06 Jun 2020 10:30 WIB
PT Pertamina melalui Refinery Unit (RU) IV Cilacap mengolah minyak bumi sebesar 348.000 BSD. RU IV Cilacap menjadi kilang dengan kapasitas terbesar di Indonesia.
Foto: Selfie Miftahul Jannah
Jakarta -
Saudi Aramco memutuskan tidak lagi menjadi mitra dalam pembangunan kilang RDMP Cilacap. Saat ini, PT Pertamina (Persero) tengah mencari mitra lain untuk membangun kilang tersebut.

"Cilacap ini tidak lagi bersama Saudi Aramco. Pertamina sendiri dalam hal ini sedang dalam proses mencari partner baru sambil menyiapkan segala sesuatunya," kata Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Ignatius Tallulembang dalam teleconference, Jumat kemarin (5/6/2020).

Ignatius menjelaskan, pembahasan kerja sama dengan Saudi Aramco sendiri telah diperpanjang sampai April 2020 lalu.

"Sesuai kesepakatan di akhir tahun lalu kita akan memperpanjang kerja sama sampai April untuk melakukan suatu studi mereka melakukan analisa tawaran yang kita tawarkan," ujarnya.


Dia menjelaskan, setelah komunikasi secara intens, Aramco menyadari pembangunan RDMP Cilacap untuk segera dilakukan. CEO Saudi Aramco sendiri telah mengirimkan surat ke Pertamina agar segera dilakukan. Namun, karena Aramco masih fokus pada hal-hal lain maka tak bisa bergabung dalam proyek ini.

"Aramco menyampaikan melalui surat resmi CEO-nya ke Presdir Pertamina bahwa silakan dilakukan, silakan Pertamina menjalankan atau membangun Cilacap, mengingat Saudi Aramco fokus hal-hal lain sehingga silakan melanjutkan," ujarnya.

"Artinya mereka dengan sadar sepenuhnya tidak bisa bergabung untuk kerja sama kilang Cilacap ini," ungkapnya.

Kenapa harus bangun kilang? Klik halaman selanjutnya>>>

Kilang sendiri menjadi kebutuhan yang penting bagi Indonesia. Ignatius menjelaskan, kapasitas tepasang kilang 1 juta barel per hari. Namun, optimal operasinya hanya mampu mengolah 850 ribu barel per hari dengan produk BBM yang dihasilkan 680 ribu barel per hari.

Sementara, kebutuhan produk BBM mencapai 1,4 juta barel per hari. Artinya, kebutuhan produk BBM mesti ditutup oleh impor.

"Itu kapasitas terpasang kilang kita 1 juta barel namun optimum operasi di kapasitas 850 ribu barel. Itu kita menghasilkan produk-produk BBM 680 ribu barel per hari. Sementara konsumsi nasional kita ini data 2017, 1,3 juta-1,4 juta barel," katanya.

"Artinya hampir 50% atau 40% produk BBM kita, kita harus impor ini ketergantungan impor sangat besar," sambungnya.

Dari segi daya saing juga relatif tertinggal. Lanjutnya, kilang termuda Pertamina baru dibangun 30 tahun lalu. Hal itu mencerminkan produk-produk yang dihasilkan.

"Kilang-kilang Pertamina dibangun ada yang 70 tahun, ada yang hampir 100 tahun, yang terbaru di Balongan dibangun 1990 jadi sudah 30 tahun usianya. Dari sisi competitiveness, daya saingnya dibanding kilang modern, baru, kurang," ujarnya.

Jika negara lain sudah menghasilkan produk EURO IV atau V, Indonesia masih menghasilkan produk EURO I dan II. "Kilang kita masih menghasilkan produk kualitas EURO I-II, padahal negara lain mengacu standar EURO IV bahkan EURO V," tutupnya.



Simak Video "Menguak Rahasia Untung Kilang Minyak Paling 'Rumit' Se-Indonesia (Part 2)"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads