WFH Bikin Bisnis Konten Video Online Menjamur, Perlu Diatur?

WFH Bikin Bisnis Konten Video Online Menjamur, Perlu Diatur?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Rabu, 10 Jun 2020 15:29 WIB
Poster
Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Pandemi COVID-19 membuat banyak masyarakat yang beraktivitas di rumah. Kondisi ini membuat konten video di media sosial makin menjamur.

Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Mardani H. Maming mengatakan saat ini industri penyiaran memang akan tumbuh.

Dia menjelaskan konten digital banyak yang menawarkan dan memberikan kemudahan untuk meningkatkan pemasaran produk yang tidak hanya menjadi pengguna.

"Tetapi juga investor di industri penyiaran serta platform digital," kata Maming dalam keterangannya, Rabu (10/6/2020).

Menurut dia, pentingnya konten digital ini karena ada penghematan operasional. Hal ini juga diimbangi dengan konsumsi media pada masyarakat yang beralih ke sektor digital.

"Sehingga muncul banyak start-up baru di Tanah Air, banyak sekarang bisnis yang berhubungan dengan digital yang juga mungkin akan menjadi masalah bagi pemilik-pemilik televisi besar yang ada sekarang. Karena setiap manusia sekarang bisa membuat konten masing-masing melalui Instagram, Youtube, dan Facebook," ucapnya.

Dia mengimbau pengusaha muda untuk masuk dalam industri penyiaran digital. Dalam undang-undang (UU) tentang penyiaran ini, digitalisasi akan memberikan edukasi yang sama bagi industri televisi yang ada dengan industri digital. Termasuk dari sisi pengawasan konten.

Menurut dia, dalam UU ini sangat perlu untuk mengedukasi bagaimana aturan konten-konten yang dibuat secara pribadi maupun kelompok.

"Harus lebih edukasi. Jangan sampai menyalahgunakan kontennya sehingga anak-anak yang masih di bawah umur yang seharusnya tidak boleh menggunakan gadget bisa bermasalah," jelas dia.


Ketua Bidang Investasi, Infokom & Kerjasama Internasional BPP HIPMI Dede Indra Permana Sudiro mengatakan, masa peralihan media dari analog ke digital melalui revisi UU nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran tengah digodok saat ini oleh pemerintah bersama Komisi I DPR dengan melakukan pengalihkan penyiaran dari analog ke digital.

"Salah satu sektor yang penting dalam menghadapi pandemi COVID-19 adalah industri penyiaran. Sektor di industri penyiaran ini tetap bertahan dalam pandemi COVID-19. Contoh rating TVRI yang mengalami peningkatan," ujar Dede.

Karena itu diperlukan peraturan dan roadmap yang jelas, sehingga memberikan kepastian bagi industri. Selain kesiapan industri penyiaran, industri pendukung juga menjadi perhatian.

"Penetrasi penonton media televisi digital meningkat seperti Netflix dan konten digital melalui internet lainnya juga mengalami kenaikan tertinggi. HIPMI dorong agar UU penyiaran ke depan bisa seimbang dan mengontrol konten digital dan media baru," ucapnya.

Pembahasan RUU Penyiaran ini sebenarnya sudah dilakukan sejak periode 2014-2019. Namun karena perdebatan tentang sistem single mux dan multi mux membuat RUU ini tak kunjung rampung. Oleh sebab itu, harapan para narasumber agar pemerintah bersama DPR RI mengedepankan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi atau golongan.

"Penataan frekuensi dari switch ke digital harus diutamakan karena spektrum frekuensi adalah sumber daya alam yang terbatas yang mempunyai nilai strategis dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan dikuasai oleh negara," jelas dia.


Hide Ads