Akademisi Fakultas Hukum UGM, Adrianto Dwi Nugroho mengatakan yang membuat sulit proses penarikan lantaran perusahaan digital yang dikenakan pajak tidak berada di Indonesia.
"Menurut hemat saya, akan terjadi kesulitan dalam penarikannya, terutama apabila pembayar jasa harus menyetor dan melaporkan sendiri PPN yang terutang," kata Andrianto dalam video conference, Jakarta, Rabu (10/6/2020).
Pemerintah sudah mengatur pengenaan PPN 10% tersebut pada PMK Nomor 48 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Menimbang Melalui Sistem Elektronik.
Menurut Adrianto, penarikan pajak digital ini menggunakan skema yang baru. Nantinya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menetapkan perusahaan berbasis digital asal luar negeri menjadi pemungut, penyetor, dan pelapor PPN atas barang dan jasa yang dijualnya.
"Untuk menentukan wajib pajak, untuk menyetor dan melaporkan SPT menjadi tantangan sendiri dalam pemberlakuan, belum tentu ini jadi pelaksanaan pemungutan yang baik," ujarnya.
Sementara Research Manager CITA, Fajry Akbar menilai penarikan PPN terhadap jenis barang dan jasa digital akan menghindarkan pengenaan pajak berganda kedepannya.
"PPN itu seharusnya netral, menjadi solusi tidak menyebabkan konteks double taxation. Menurut saya implementasi PMK ini tidak bertentangan," ungkap dia.
Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan pemungutan PPN atas penjualan barang dan jasa digital oleh penjual yang dilakukan oleh pedagang atau penyedia jasa luar negeri baik secara langsung maupun melalui platform marketplace.
Dengan berlakunya ketentuan ini maka produk digital seperti langganan streaming music, streaming film, aplikasi dan games digital, serta jasa online dari luar negeri akan diperlakukan sama seperti berbagai produk konvensional yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari yang telah dikenai PPN, serta produk digital yang dijual oleh pelaku usaha dalam negeri.
Segera setelah aturan ini mulai berlaku yaitu 1 Juli 2020, Ditjen Pajak akan mengumumkan kriteria usaha yang wajib menjadi pemungut PPN produk digital, serta daftar pelaku usaha yang ditunjuk untuk menjadi pemungut.
Dengan demikian, maka pemungutan PPN paling cepat akan dimulai pada bulan Agustus sehingga diharapkan memberi cukup waktu baik bagi para pelaku usaha produk digital luar negeri maupun DJP agar dapat mempersiapkan sistem pemungutan, pembayaran, dan pelaporan yang mudah, sederhana, dan efisien.
(hek/dna)