Ombudsman Republik Indonesia mempertanyakan ketepatan perhitungan tagihan listrik PLN lewat meteran. Menurut anggota Ombudsman Laode Ida, salah satu yang membuat ketepatan perhitungan jadi berkurang adalah banyak meteran yang sebetulnya sudah kedaluwarsa untuk dipakai.
Laode menyatakan pihaknya menghitung setidaknya ada 14 jutaan meteran di masyarakat yang sudah kedaluwarsa. Hal ini membuat kecanggihan alat tersebut berkurang dan ketepatan perhitungan pun dipertanyakan.
"Ada catatan menarik ditemukan, bahwa kepastian ketepatan perhitungan tagihan tidak terjadi secara umum. Karena peralatan meteran banyak yang sudah kedaluwarsa dan tidak canggih, ada sekitar 14 jutaan lebih yang meterannya kedaluwarsa," ungkap Laode dalam konferensi pers virtual via YouTube, Kamis (18/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi keakuratan perhitungan meteran jadi dipertanyakan. Ini yang kita minta PLN diperbaiki sehingga meteran bisa akurat perhitungannya," tegasnya.
Kemudian selama masa pandemi pun petugas pencatat meteran tidak bisa mencatat langsung ke rumah-rumah. Alasan PLN, menurut Laode, adalah karena kebijakan work from home, khususnya pada BUMN. Namun menurutnya hal itu tidak tepat.
"Hal yang dikeluhkan soal substansial ketepatan perhitungan meteran soal tagihan, salah satunya ketika tugas PLN tidak hadir di rumah-rumah selama dua bulan. Alasan PLN karena kebijakan aparat kerja dari rumah, kami berpandangan ini tidak tepat," kata Laode.
Akhirnya, PLN pun menurunkan kembali petugas pencatatannya. Laode menyatakan PLN sudah melaporkan 98% petugasnya sudah mulai mencatat kembali meteran secara langsung ke rumah-rumah.
"Setelah itu baru diberlakukan, seluruh tenaga pencatat meteran 98% itu diminta hadir mencatat meteran," ungkap Laode.
(zlf/zlf)