Nasabah korban gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta menolak cara damai yang diajukan oleh pihak KSP. Menurut salah satu nasabah yang enggan menyebutkan namanya, solusi yang diberikan pun sempat berubah-ubah.
Dia bercerita, awalnya KSP Indosurya menyatakan hanya akan melakukan pembayaran yang tertunda selama 4 bulan. Gagal bayar sendiri menurut ceritanya, dimulai pada Februari 2020 yang lalu.
"Awalnya kan 10 Februari kemarin mereka nggak bisa bayar. Nah mereka bilang ini cuma mau bayar sampai 4 bulan berikutnya, kami masih coba percaya. Belum 4 bulan, seminggu kemudian mereka mengubah caranya dengan cara mencicil," ujar nasabah yang ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (19/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan KSP Indosurya mengubah cara pembayarannya menjadi dicicil, lamanya sesuai dengan jumlah deposit masing-masing nasabah. Paling lama, dicicil 10 tahun.
Dari situ para nasabah mulai berang dan tak percaya, mereka khawatir justru cicilan ini tidak bisa dibayarkan. Apalagi, melihat kasus yang makin besar membuat nama KSP Indosurya tidak lagi bisa dipercaya untuk mengolah uang para nasabah.
"Yang mereka tawarkan ini nggak masuk akal. Masak mau dibayar cicil selama 3-10 tahun tanpa bunga, tanpa kepastian, kita khawatir ini berhenti di jalan atau gimana," katanya.
Belum lagi, menurut dia, KSP Indosurya kurang terbuka dengan kondisi keuangan dan aset perusahaan, hal ini yang membuat para nasabah tidak percaya dengan cara damai yang diajukan KSP Indosurya. Belum lagi, pihak koperasi pun cuma bisa memaparkan laporan keuangan pada 2018 saja.
"Ini juga dia cuma memaparkan kondisi di 2018 terus, katanya untung, tapi nggak bisa bayar. Yang laporan 2019 nggak jelas belum ada sampai sekarang ke kita," katanya.
Dia memaparkan data terakhir, ada 5 ribuan lebih nasabah yang mengajukan aduan ke PKPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Jumlah uang yang ditagihkan mencapai Rp 13,8 triliun.
Namun, menurut penuturannya, KSP Indosurya menyatakan cuma punya aset Rp 9 triliun untuk membayar kewajiban kepada para nasabah.
"Dia katanya ada dana cuma Rp 9 triliun, dari PKPU ada Rp 13 triliun. Kita bukan masalah Rp 9 triliunnya nih, kalau angkanya real duitnya ada kita terima nih. Ini aja dipertanyakan ada nggak laporan keuangan resminya," ujarnya.
(zlf/zlf)