Indonesia menjadi negara yang tak luput dari keterpurukan ekonomi lantaran serangan virus corona (COVID-19) yang telah menjadi pandemi. Ekonomi Indonesia pun diproyeksi bakal mengalami kontraksi hingga menuju zona negatif pada kuartal II tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ekonomi Indonesia bisa minus 3,1-3,8% pada kuartal II-2020. Jika pertumbuhan kembali minus di kuartal III, maka Indonesia bisa masuk ke dalam zona resesi.
Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menjadi pendorong utama terbatasnya pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. Untuk itu, saat ini pemerintah mulai melakukan pelonggaran PSBB dengan harapan ekonomi pada kuartal III mulai bisa bangkit kembali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip CNN Indonesia, Kamis (25/6/2020), Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada 70,53% responden dengan tingkat pendapatan Rp 1,8 juta per bulan mengalami penurunan pendapatan sejak pandemi COVID-19.
Setidaknya ada 10 faktor yang membuat pertumbuhan ekonomi nasional diproyeksi bakal terkontraksi hingga negatif pada kuartal II-2020.
1. Penurunan tingkat pendapatan masyarakat
Selain masyarakat dengan pendapatan 1,8 juta per bulan, penurunan pendapatan juga dirasakan oleh 30,3% responden bergaji tinggi di atas Rp 7,2 juta per bulan. Namun demikian, dampak COVID-19 memang lebih dalam ke masyarakat berpendapatan rendah.
2. Penurunan pertumbuhan sektor-sektor industri
Penurunan pertumbuhan sektor-sektor industri masih berlanjut pada kuartal II 2020. Mulai dari perdagangan, industri, pertanian, pertambangan, konstruksi, serta transportasi dan pergudangan.
3. Penurunan penjualan kendaraan bermotor
Penurunan penjualan motor ini sangat merepresentasikan pengeluaran golongan menengah ke bawah. Data BPS mencatat penurunan penjualan mobil sebesar 40,5% pada kuartal I 2020, namun penjualan kembali turun sekitar 93,21% pada April-Mei 2020.
Begitu pula dengan penjualan motor yang turun 17,25% pada kuartal I 2020, kini sudah turun 79,31% pada April-Mei 2020.
Berlanjut ke halaman berikutnya.