Bisa Disadap, Bos BUMN Jangan Bahas Hal Penting Lewat Telepon

Bisa Disadap, Bos BUMN Jangan Bahas Hal Penting Lewat Telepon

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 30 Apr 2018 12:07 WIB
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Bocornya pembicaraan Menteri BUMN Rini Soemarno dengan Direktur Utama PLN Sofyan Basir diharapkan menjadi pembelajaran bagi pejabat dan bos-bos BUMN. Mereka diminta agar lebih berhati-hati jika melakukan pembicaraan penting.

Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan memang sebaiknya pembicaraan-pembicaraan penting apalagi menyebutkan angka seharusnya tidak dibicarakan dalam sambungan telepon. Sebab jika pembicaraan disusupi maka bisa diedit dan diarahkan oleh oknum-oknum tertentu.

"Pada saat itu harusnya dibatasi jangan sebut angka-angka. Ini kan menjadi persoalan, jadi rumit karena dua hal, satu adanya nama Ari dan angka yang disebut," tuturnya kepada detikFinance, Senin (30/4/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nama Ari yang disebut di rekaman percakapan tersebut diduga adalah Ari Soemarno, kakak Rini. Ari merupakan mantan direktur utama PT Pertamina (Persero) yang sudah lama berkecimpung di industri minyak dan gas (migas).

Said juga mengatakan agar para direksi BUMN yang hendak membicarakan hal penting kepada menteri ataupun pejabat penting lain dilakukan secara tatap muka. Pembicara lewat hubungan telepon hanya untuk membahas hal-hal yang dianggap tidak terlalu penting.


"Kalau ada persoalan yang terlalu rumit jangan lewat telepon harus ketemu. Kalau telepon hanya menanyakan atau mendiskusikan terhadap usulan tertulis yang sudah ajukan. Ya harus berhati-hati," imbuhnya.

Memang menurut Said, saat ini banyak direksi BUMN yang takut mengambil keputusan sehingga sering melakukan diskusi dengan pejabat di Kementerian BUMN. Hal itu juga dianggap sebagai sebab dari sering pergantian direksi BUMN.

"Begini problem-nya, direksi sekarang karena terlalu sering diganti semua menjadi gamang. Takut melangkah, takut salah karena tidak ada indikator kinerja yang pasti. Bagi orang penikmat jabatan maka yes man terus. Tapi bagi yang tidak, seakan-akan melawan, karena dia mempertahankan prinsip pengelolaan korporasi," tuturnya.

(ang/ang)

Hide Ads