"Dulu ingin kan ada rencana mau nikah cari souvenir yang klasik terus cari-cari belum ada jual goni-goni gitu. Jadi aku coba bikin sendiri, iseng-iseng," kata Ajeng yang memulai bisnis tas karung goni pada 2016, kepada detikFinance pekan ini.
Ia memulai bisnis bermodal Rp 750.000 untuk membeli perlengkapan jahit beserta bahannya. Dana sebesar itu dipakai membeli kain goni, aksesoris dan perlengkapan jahit, sedangkan mesin jahit dia memakai milik ibunya
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Jatuh bangun saat mulai berbisnis juga dia alami, namun kondisi itu dapat ia lewati berkat semangat dan keinginan kuat meraih sukses.
"Rugi di awal itu pasti soalnya dari aku yang nggak tahu usaha ini, perhitungan, pemasaran. Tapi akhirnya aku berusaha untuk bagaimana caranya? Akhirnya aku menemukan cara yang benar," jelas dia.
"Jadi kalau misalnya capek, atau nggak laku pasti aku pikir mungkin ada caraku yang salah," sambungnya.
Lebih lanjut, wanita kelahiran tahun 1992 ini dalam sebulannya mampu memproduksi tas goni hingga 20 buah. Saat ini produksi masih dilakukan mandiri dengan brand Littlefingers
Hanya saja, ia juga menerima pesanan untuk souvenir hingga ratusan buah. Untuk pemesanan tersebut ia turut mengajak karyawan lepas yang dapat membantunya.
"Untuk stok aku bisa buat sekitar 20 buah per bulan. Itu di luar pesanan suvenir ya," jelasnya.
![]() |
Kini ia pun dapat menikmati jerih payahnya dengan omzet yang diterima mencapai Rp 3 juta per bulannya. Tak hanya konsumen lokal, pesanan dari luar negeri pun berdatangan.
Mulai dari negara-negara di Erop hingga Amerika Serikat (AS)
"Aku juga taruh di e-Commerce internasional. Jadi pemesanan itu banyak juga dari Prancis, Jerman, hingga Amerika Serikat," ungkapnya.
Adapun, harga produksi tas goni miliknya dibanderol mulai dari harga Rp 30 ribu hingga Rp 200 ribu per buah. Bila tertarik, Anda bisa melihat hasil produksi di instagram @littlefingers.ina (hns/hns)