Pertanian porang ternyata sangat menjanjikan untuk menghasilkan pundi-pundi uang. Jenis umbi-umbian itu juga sudah menembus ekspor ke Jepang hingga China.
Seorang Petani Porang asal Sidoarjo, Jawa Timur bernama Eko Purwanto mengaku dirinya bisa menghasilkan Rp 560-800 juta untuk satu hektare lahan. Dia pun mengaku pertanian porang ini tidak terdampak pandemi saat banyak bisnis lain merugi karena pandemi COVID-19.
Sebelum menjadi petani porang, dirinya tergabung di TNI Angkatan Laut (AL) sejak 1996 hingga 2017. Pada 2017 dia memutuskan untuk pensiun dini setelah 20 tahun di TNI dan langsung serius menggeluti pertanian porang.
"Jadi ceritanya dulu saya bergabung di TNI, namun setelah menggeluti dunia pertanian saya memilih untuk mengundurkan diri secara terhormat, setelah itu serius bertani porang. Jadi sudah ada pengalaman angkat senjata, sekarang angkat pacul," jelasnya, kepada detikcom.
Ketertarikannya pada dunia pertanian sudah ada sejak setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP). Saat itu dia berkeinginan untuk masuk sekolah pertanian, namun dirinya dianjurkan oleh orang tuanya untuk sekolah olahraga, lalu berlanjut kuliah S1 jurusan olahraga di salah satu universitas di Semarang. Dia juga mengambil S2 jurusan Sosial Politik di Universitas Gadjah Mada.
"Setelah itu saya jadi senang olahraga, jadi kuliah olahraga di Semarang. Kemudian untuk S2 Sosial Politik di UGM karena tuntutan menjadi TNI," jelasnya.
Keseriusan Eko terhadap dunia pertanian ternyata saat dirinya bertugas pada 1999 di pulau terluar dan tidak ada penduduk. Eko mengungkap saat itu dirinya mulai menggeluti pertanian yang juga digunakan untuk bertahan hidup saat bertugas.
"Saat itu saya mulai menggeluti dunia pertanian, mulai dari menanam bibit jagung, cabai, sayur, tomat, dan lainnya yang kita manfaatkan lahan di sekitar pos," katanya.
Eko bercerita mulai merintis pertanian porang di tahun 2017, saat itu modal awal yang digunakan Rp 10 juta untuk satu hektare tahan dengan harga bibit hanya Rp 4.000 per kilogram (kg). Belum banyak karyawan yang dimiliki Eko saat itu hanya dibantu oleh keluarga terdekat. Pada awal budi daya porang, omzet yang didapat Eko sudah cukup menakjubkan. Sekali panen untuk satu hektar lahan sebesar Rp 360 juta.
"Pada waktu itu awal Rp 10 juta bisa dapet 80 ton porang jika dikali Rp 4.000 berarti Rp 360 juta untuk omzet awal. Karyawan ya keluarga terdekat saja pada waktu itu," terangnya.
Kini pertanian dan budi daya porang milik Eko sudah meluas. Dirinya mengungkap pertanian porangnya di Sidoarjo, Jawa Timur memiliki jumlah karyawan sekitar 50 orang, 20 orang pertani dan sisanya di bagian marketing dan operasional. Lahan yang dimilikinya sekarang, sekitar 50 hektare.
Dia juga memiliki cabang pertanian, di Garut, Jawa Barat dengan luas pertanian 50 hektare dan di Banyumas, Jawa Tengah dengan lahan 50 hektare. Masing-masing cabang itu juga disebut terdapat 50 karyawan, sudah termasuk petani.
"Punya cabang di Jawa Tengah, Banyumas. Karena permintaan tinggi saya buka cabang dengan adik saya di Jawa Barat di daerah Garut," tuturnya.
Modal yang dikeluarkan sudah meningkat. Cek halaman berikutnya.
(ara/ara)