Sabun cuci piring menjadi barang yang penting bagi keperluan rumah tangga. Hal itu diakui perempuan bernama Nur Anindya hingga melihat peluang usaha dari produk tersebut. Dia memanfaatkan bahan baku lokal yakni ekstrak Belimbing Wuluh atau asam sunti untuk menjadi sabun cuci piring.
Dengan membawa merek bernama "Mah Rak Pireng", Nindya mengaku omzetnya pernah mencapai Rp 2 miliar dalam dua tahun yakni 2018 hingga 2019. Padahal, fokus distribusinya baru di Provinsi Aceh.
"Waktu 2018 sampai 2019 setelah mendapatkan modal dari Kemenristekdikti omzet kita bisa mencapai Rp 2 miliar," katanya kepada detikcom, saat ditemui di Festival Diaspora Indonesia 2021, Jumat (3/12/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nindya bercerita, awal mulanya bisnis ini dibuat itu sejak 2018. Kala itu dia baru pindah ke Aceh, ikut kampung halaman suaminya. Inspirasi menggunakan ekstrak belimbing wuluh ini karena nenek dari keluarganya di Aceh yang sering menggunakan ekstrak belimbing wuluh atau asam sunti untuk membersihkan kerak kamar mandi.
"Inspirasi nenek, kalau orang zaman dulu sering menggunakan air sunti untuk membersihkan kerak kamar mandi. Saat 2018 ke Aceh di situ harga-harga kebutuhan lebih mahal kan dari Pulau Jawa, sedangkan banyak bahan baku lokal yang tidak dimanfaatkan. Di situlah muncul ingin coba bikin sabun cuci piring dari ekstrak tadi diolah jadi praktis untuk orang Aceh," jelasnya.
Nindya sendiri, pulang dari Jerman pada 2015 dan Ia lulusan dari Freie Universität Berlin. Ia mengaku memang ketika pulang ke Jerman bukan untuk kerja, tetapi ingin membuka bisnis. "Berpikirnya sih apa yang mau kita kerjain, itu sama suami," tuturnya.
Hingga akhirnya ketika di 2018 dan bertempat tinggal di Aceh, Nindya hanya bersama suaminya yang mengelola sendiri sabun cuci piring tersebut. Dengan modal Rp 5 juta dari tabungannya sendiri.
"Saat itu saya mengaduk sendiri sama suami. Kemasan juga masih botol-botol belum di kemasan seperti ini," ungkapnya.
Hingga akhirnya, bisa mendapatkan modal tambahan dari program pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Nindya mengungkap modal itu digunakan untuk membeli mesin produksi hingga kemasan.
Dengan modal itu, pemasaran hingga produksi pun bisa berkembang. "Waktu 2018 sampai 2019 setelah mendapatkan modal dari Kemenristekdikti omzet kita bisa mencapai Rp 2 miliar. Dan mulai pandemi memang menurun 50%," ucapnya.
Nindya berharap bisa melebarkan distribusinya ke Jakarta bahkan ke nasional. Namun, dia sendiri masih berupaya untuk menggaet investor agar bisnisnya lebih meluas lagi. Sementara, saat ini distribusinya memang fokus di Provinsi Aceh. Katanya, sudah melebar ke 23 Kabupaten di Aceh.
"Memang mau menguasai pasar Aceh dulu, tetapi tetapi ekspansi ke Nasional. Kalau untuk online sendiri kami belum ada officialnya. Tetapi reseller kita di Aceh itu yang menjualnya di secara online. Berhadap 2 sampai 3 tahun lagi ke depan sudah bisa distribusi ke nasional," tutupnya.
(zlf/zlf)