Modal awal yang digunakan Eni saat itu sekitar Rp 5 juta. Untuk membuat modal lukisan-lukisan di media non kain. Akhirnya ketika serius, uang asuransinya cair Rp 25 juta dan digunakan untuk membuat pameran mandiri.
Di Wastraloka, Eni menggunakan beberapa kaleng bekas. Tujuannya adalah untuk menghadirkan nuansa masa lalu dan hadir kembali untuk dikenang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya itu yang menginspirasi saya, awalnya ingin kekunoannya itu dikenang kembali menjadi kekinian," jelas dia.
Selain itu di lingkungan Eni banyak barang yang bisa untuk upcycle. Apalagi dekat rumahnya ada desa sentra perajin alat rumah tangga berbahan baku sisa pabrik kulkas. Misalnya lembaran body kulkas yang defect dan tak lolos uji kontrol pabrik. Nah lembaran itu ditampung dan digunakan untuk kerajinan.
![]() |
Saat ini produksi Wastraloka minimal 500 barang. Produksi bisa lebih dari itu jika ada proyek-proyek dari instansi. Misalnya saat ini ada proyek untuk pembuatan 1.700 unit botol minum untuk perusahaan.
Dalam menghadapi persaingan, Eni berupaya untuk memperkuat identitas Wastraloka. Jadi ketika ada pesaing yang mulai meniru Wastraloka maka mereka tak bisa mengambil detil yang biasa ditampilkan. Karena di Wastraloka setiap gambar ada histori dan filosofinya serta ada cerita di balik setiap desain.
Harga yang dibanderol mulai dari Rp 290 ribuan sampai Rp 1 jutaan. Tergantung jenis dan ukuran barang. Omzet Wastraloka per bulan mencapai Rp 200-300 juta secara rata-rata.
Kini Wastraloka menjadi salah satu binaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Eni mebut setelah dibina, bisnisnya mulai dari produksi bisa lebih terkonsep. "Misalnya setelah dibina itu jadi tahu konsep barang untuk apa, produk dan tujuannya bagaimana dan memasarkan ke market yang mana," jelas dia.
Banyak yang dipelajari selama dibina LPEI. Apalagi LPEI juga mengajari untuk mengeksplor tren yang sedang berkembang dan mengeksplor negara-negara tujuan ekspor. Kemudian LPEI juga mengajarkan detil perhitungan dan harga yang pantas dari harga pokok produksi (HPP) yang bisa diterima. Ada juga arahan terkait perhitungan dari pabrik sampai ke pelabuhan hingga berbagai macam pembayaran ekspor.
Pertama kali Eni dibina LPEi karena dia mendapatkan info dari sebuah grup untuk kurasi produk. Wastraloka mengisi form kurasi dan ternyata mereka lolos dan mulai mengikuti pelatihan.
Setelah itu pendampingan yang didapatkan dari LPEI lebih intens dan pelaku usaha difasilitasi untuk pameran di Trade Expo Indonesia (TEI). Saat itu pameran benar-benar sebagai cara untuk tes pasar ekspor. Saat itu, Wastraloka mendapat ekspor ke Australia dari salah satu orang Australia yang tinggal di Bali. Hingga saat itu, bisnis itu masih terus berlanjut sampai sekarang.
LPEI juga mengajak Wastraloka untuk pameran di rangkaian pertemuan G20 di Jakarta Convention Center (JCC). Kemudian ada pesanan untuk merchandise G20. LPEI juga memberikan networking yang luas untuk usahanya.
Saat ini Wastraloka sudah mengekspor produk ke beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS), Belanda, Australia dan Malaysia. Dia menceritakan jika di Belanda kaleng kerupuk bermotif batik ini menjadi yang paling dibeli. Kemudian di Malaysia dan Singapura mereka melalui galeri dan biasanya ke toko peranakan.
Dalam satu tahun, Wastraloka paling tidak menerbitkan 3 season seperti tahun baru imlek, lebaran dan natal. Untuk ide kadang Eni mendapatkan dari mana saja dan dia langsung mendiskusikan kepada timnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya.