Bisnis kuliner nusantara merupakan salah satu peluang usaha yang masih menjanjikan. Cita rasa yang unik dan khas dari masakan Indonesia kerap menjadi daya tarik dari setiap bisnis di bidang tersebut.
Melalui perjuangan yang panjang, Edy Ongkowijaya sukses membawa cita rasa ayam penyet nusantara ke pasar global. Bisnisnya, D'Penyetz, telah sukses miliki puluhan cabang di 5 negara dan bertahan dalam terjangan badai pandemi antara lain Singapura, Indonesia, Brunei Darussalam, Myanmar, dan Australia.
Tak bisa dipungkiri lonjakan pandemi secara global telah memberi pukulan berat bagi Edy. Dari 128 restoran ayam penyet miliknya, 90% sempat tutup sementara. Bahkan hampir setengahnya, yakni 50% tutup secara permanen. Seluruh gerai yang tutup permanen ini berlokasi di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah kalau mau dibilang efek daripada pandemi itu yang parah begitu boleh dibilang hampir 90% tuh temporary close, yang di Indonesia ya," ungkap Edy kepada detikcom, Selasa (13/09/2022).
"Dulu sebelum pandemi ada sekitar 128 cabang di 6 negara. Setelah pandemi, sisa hampir setengahnya lah. Makanya di tahun ini sampai tahun depan akan digeber lagi dengan taktik berbeda," tambahnya.
Berangkat dari hal tersebut, Edy terus bangkit dan berhasil mempertahankan bisnis-bisnisnya hingga saat ini. Ia juga terus melakukan improvisasi dan beberapa rencana pengembangan dari bisnisnya itu ke depannya.
Di sisi lain, siapa sangka, pebisnis yang telah memiliki ratusan cabang restoran ini harus mengalami lika-liku hidup yang berat hingga bisa menuai hasil yang setimpal. Edy yang lahir di Kota Medan, telah merantau ke Singapura untuk menimba ilmu di bangku sekolah pada usia 18 tahun.
"Saya udah di Singapura dari 1993. Waktu itu saya melanjutkan sekolah di Singapura. Nah di tahun kedua sekolah, papah saya bangkrut. Saya nggak mau pulang karena saya tau kalau saya pulang mau ngapain juga," ujar Edy.
Kondisi ini membuat Edy akhirnya kerja banting tulang demi memenuhi kebutuhan hidupnya di Singapura dan membantu ekonomi keluarganya pada saat itu. Ia sampai mengambil pekerjaan sampingan mulai dari cuci piring, pelayan, hingga guru les. Setelah lulus kuliah di tahun 2000, Edy sempat kerja kantoran.
"Saya kena kerja kantoran itu bosan. Akhirnya di 2004 saya mulai tuh buka franchise Es Teler 77 di Far East Plaza di Orchard, karena belum begitu ngerti dengan FnB. Tahun 2005 saya franchise lagi satu, ayam penyet di Lucky Plaza di Orchard," jelasnya.
Perjalanan bisnisnya pun tidaklah mudah. Edy bahkan sempat beberapa kali berganti partner bisnis, hingga akhirnya di 2009 ia memutuskan untuk memulai usahanya sendiri dengan usaha kuliner ayam penyet di sebuah foodcourt.
"Akhirnya 2009 saya buka lagi sendiri. Dengan segala resources yang terbatas, pinjam sana pinjam sini, saya sendiri, dengan brand Dapur Penyet. Karena keterbatasan dana dan modal akhirnya saya cuma buka foodcourt," katanya.
Perlahan-lahan usahanya itu mulai dilirik oleh kawan-kawannya, hingga banyak yang tertarik untuk membuka gerai tersebut di tempat lain. Dari sanalah, Edy mulai terpikir untuk membuka franchise atau waralaba.
"Banyak yang tanya, kita boleh buka nggak. Di situ timbul ide franchise. Nah akhirnya 2009-2010, dalam waktu setahun itu teman-teman pada franchise di Singapura," kata Edy.
"Yang franchise orang-orang Indo juga yang kerja di Singapura. Nah akhirnya dari situ mulai, dari 1 cabang, tambah 4 cabang, tambah lagi 5 cabang," tambahnya.
Tidak berhenti sampai di situ, di tahun 2011 salah satu pelanggannya yang berasal dari Malaysia menawarkan franchise ke negara tersebut. Alhasil, cabang pertama di luar Singapura pun resmi di bangun. Sayangnya, saat ini cabang Malaysia sudah tidak beroperasi lagi karena alasan internal.
"Akhirnya 2012 pertama kali masuk di Indonesia di ITC Roxy. Waktu itu cuma foodcourt doang, karena teman saya yang franchise cuma mau coba-coba. Dan ternyata alhamdulillah, saya juga nggak nyangka, ketika ketika buka malah banyak orang coba dan suka," ungkap Edy.
Padahal sebelumnya, Edy sempat ragu untuk buka di tanah airnya itu lantaran merasa ayam penyet sudah sering dijumpai. Dari sana, minat franchise mulai berdatangan hingga ia berfokus ke pengembangan usahanya di Indonesia.
"Dari situ teman-teman Jakarta melihat ini jadi prospek. Akhirnya buka di Plaza Semanggi dan tempat-tempat lainnya. Dari 2012 sampai sebelum pandemi, Jakarta sempet ada 28 cabang. Untuk yang di luar kota juga pada minta franchise. D'Penyetz ini ada di Aceh hingga Papua," ungkapnya.
Usahanya pun terus berkembang dari tahun ke tahun hingga merambah ke Brunei Darussalam, Myanmar, hingga ke Australia.
Meski pandemi sempat membuat bisnisnya jatuh, ia mengatakan hal ini hanya terjadi di Indonesia. Edy menyebut, pergerakan kurir makanan di luar negeri hingga pemulihan kondisi negara-negara tersebut di kala pandemi menjadi faktor pendukungnya.
"Kalau saya boleh bilang di Singapura, pandemi nggak pandemi nggak ngefek sih (ke bisnisnya). Justru ekspansi sampai 11 cabang di Singapura ini dimulai dari 2020," terang Edy.
Sebelumnya cuman punya dua, karena kan saya lebih fokus ke luar negeri, dulu saya lebih fokus di Indonesia waktu itu hampir tiap minggunya travel ke Indonesia dari Aceh ke papua," tambahnya.
Untuk ke depannya, Edy berencana menambah tiga cabang lagi di Singapura hingga akhir tahun ini. Bahkan setelah itu, ia juga berencana membuka cabang di Chinatown, Melbourne, Australia.
"Kita adalah restoran Indonesia satu-satunya dalam sejarah Australia yang berani buka di Chinatown karena harga sewanya tinggi sekali," kata Edy.
Tidak hanya itu, saat ini ia juga tengah mengembangkan merek-merek lainnya sebagai bagian dari pengembangan D'Penyetz antara lain D'Cendol dan D'Bakmi. Edy juga tengah mengembangkan restoran barunya yakni Makan-Makan, sebuah restoran berkonsep Indonesian-Singapore cuisine.
"Makanya di tahun ini sampai tahun depan akan digeber lagi dengan taktik berbeda. Di tahun ini saya luncurin brand baru D'Bakmi dan D'Cendol. Sekarang saya lihatnya lebih ke pasar luar negeri. Saya tahun ini maintain Singapura dulu, baru mungkin di tahun depan ke luar," tandasnya.
(das/das)