Kasmirah (55) happy keripik tempe yang diproduksinya menjadi salah satu favorit pelanggan di Localoka BRI. Kasmirah bisa menjual produk Rp 3 juta setiap minggu lewat layanan itu.
Kasmirah merupakan salah satu pemilik usaha keripik tempe di sentra keripik tempe di Jalan H. Aom RT 9 RW 8 di Kelurahan Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dia berkolaborasi dengan suaminya, Joko Asori, 55, yang menyuplai tempe mentah sebagai bahan utama keripik tempe. Karena itu pula dia memberikan jenama dengan 'Keripik Tempe Pak Joko'.
Kasmirah dan 40 warga RW 8 di Jalan H. Aom itu merupakan binaan BRI. Selain mendapatkan bantuan berupa barang yang mendukung produksi, juga Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka juga mendapatkan kemudahan untuk memasarkan produk lewat kios milik BRI, Localoka, aggregator pemasaran produk kelompok usaha binaan BRI.
Dari situs resmi BRI disebutkan Localoka bertujuan untuk memberikan ruang pamer/showcase dan store produk kelompok Binaan BRI, sehingga membuka pasar kepada masyarakat, memperkuat kultur tenaga pemasar BRI khususnya mantri sebagai advisor UMKM serta memperkuat campaign BRILiaN Sahabat UMKM, shifting budaya akuisisi bisnis berbasis community approach oleh mantri, sehingga proses bisnis menjadi lebih efektif dan efisien.
"Pemasaran dibantu oleh BRI Pusat, lewat Localoka. Di situ seminggu sekali bisa ambil 200 bungkus dengan per bungkusnya 250 gram. Satu plastik ini," kata Joko mewakili Kasmirah sembari menunjukkan produk keripik tempe kemasan.
Menurut Joko keripik tempe yang dijual di Localoka dibanderol dengan harga Rp 15 ribu per bungkus. Jika dalam sepekan keripiknya terjual habis, dia mendapatkan Rp 3 juta dari penjualan di Localoka.
"Penjualan di Localoka itu memudahkan kami. Selain itu, BRI juga sering mengadakan bazar, tidak hanya di Jakarta tetapi juga sampai ke Karawang. Biasanya, keripik tempe yang saya bawa cepat ludes, habis," ujar Joko.
Selain menjual melalui Localoka, Kasmirah juga melayani pelanggan lain, di kantor-kantor, artis, dan pejabat, juga dijual kepada masyarakat luas melalui marketplace. Penjualan offline juga dilayani, meskipun tidak ada toko.
"Tokonya malah ndak ada. Kami punya dapur untuk menggoreng dan mengemas, tetapi bukan toko. Kalau mau beli offline bisa di dapur, kalau online tinggal pesan dan beri alamat, kami siap antar," kata Kasmirah.
(fem/hns)