Merendahkan hati, mengalahkan ego, dan tabah menghadapi proses adalah tiga kata yang tepat untuk mendeskripsikan jalan hidup Darwin Jasmin alias Koh Awi. Ia rela meninggalkan pekerjaannya di Singapura untuk melanjutkan usaha produsen kopi milik keluarganya di Binjai, Sumatera Utara, yang sudah berdiri sejak 1945. Dari kota kecil itu, usaha miliknya sukses menembus pasar berbagai negara.
Awi Coffee adalah nama perusahaan milik Ko Awi. Usaha roasting coffee itu didirikan oleh kakek Koh Awi yakni Jio Oen Jiaw pada 1945. Dengan merek Soe Lie Hin dan berlogo dua harimau, Jio Oen Jiaw menjadi salah satu produsen kopi pertama dan tertua di Binjai, Sumatera Utara. Ko Awi mengisahkan, bisnis tersebut dirintis kakeknya setelah melalui berbagai kegagalan.
"Kakek sempat jatuh bangun sampai bisnis ini dibuat. Dari kisah ayah saya, dia dulu mencoba berbagai hal tapi gagal. Mulai dari sembako, bangunan, kelapa, belacan, semuanya tidak begitu sukses sampai bisnis kopi yang ia rintis berbuah baik sampai hari ini," ucap Koh Awi kepada detikcom, Rabu (6/12/2023) lalu.
Pada 1970-an, usaha tersebut diserahkan Jio Oen Jiaw kepada anaknya yakni Jio Seng Beng, ayah Koh Awi. Sebagai generasi kedua, Jio Seng Beng dan saudara-saudaranya melanjutkan usaha kopi tradisional tersebut. Namun kala itu, dengan berbagai alasan, nama toko Soen Lie Hin kemudian berubah menjadi Toko Segar Harum.
Usaha ini berjalan dengan baik sebelum melesu pada awal 2000-an. Pasalnya, Koh Awi menjelaskan, ia dan saudara-saudaranya kala itu tidak ada yang berminat untuk melanjutkan berusaha kopi. Koh Awi saat itu sedang menempuh studi S1 Engineering dan S2 Magister of Finance (overseas class) di National University of Singapore serta RMIT University lewat jalur beasiswa, dan sudah bekerja di berbagai perusahaan finansial Singapura. Sementara saudara-saudaranya sudah berpencar ke berbagai daerah lain.
Bisnis Toko Segar Harum mengecil, bahkan diprediksi tidak berlanjut. Namun, kepulangan Koh Awi dari Singapura pada 2005 justru menjadi secercah harapan di tengah kegelapan keberlanjutan bisnis itu.
"Saya waktu itu merasa gagal, saya pulang dengan rasa malu, frustrasi, dan tanpa arah hidup yang jelas. Tapi tahun itu papa saya (Jio Seng Beng) mengajarkan kepada saya pelajaran penting yaitu mengalahkan ego. Harus mau melap lantai meski sudah S2 ke luar negeri," kisahnya.
Pada tahun itu, Ko Awi lantas mengaku untuk pertama kalinya 'menggoreng' kopi. Ia bekerja dengan seorang pegawai lain untuk meroasting kopi menggunakan kompor dan kuali. Ia nekad bersaing dengan berbagai perusahaan roastery lainnya yang sudah menggunakan mesin canggih. Namun, karena sadar bahwa usahanya perlu meningkatkan teknologi untuk berkompetisi, pada tahun yang sama Koh Awi mulai membeli satu mesin kuali rotating drum 1 kg yang dioperasikan dengan tangan. Kuali tersebut menjadi pendamping perjalanan bisnis Awi Coffee selama 7 tahun sampai 2012.
Menurut Koh Awi, 2009 menjadi tahun yang luar biasa baginya secara pribadi dan finansial. Baginya, ada tiga hal penting yang terjadi. Pertama, ia menikah dengan seorang perempuan bernama Susi yang menjadi teman hidup dan rekan bisnis terhebat. Susi berperan penting untuk mengatur keuangan Awi Coffee. Penghematan pun menjadi konsep utama mereka dalam berbisnis. Salah satu contohnya, Awi Coffee masih menggunakan dua motor butut sebagai kendaraan operasional, sampai hari ini.
"Prinsipnya satu dolar yang dihemat sama nilainya dengan memperoleh satu dolar. Kita fungsikan semua yang masih baik. Penghematan itu kunci," sambungnya.
Bisnis kopi Koh Awi semakin berkembang. Cek halaman berikutnya.
Tonton juga Video: Bahlil: Konglomerat RI Orangnya Itu-itu Terus
(ara/ara)