Bogor -
Cuaca terik menyambut saat tiba di Desa Waringin Jaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor. Desa ini ada di antara Stasiun Bojonggede dan Stasiun Cilebut. Di teras sebuah rumah di Komplek Departemen Agama, tampak dua pegawai sedang merapikan lilin hias.
Yulianah (46) sang pemilik rumah dengan ramah mempersilakan masuk. Rumahnya yang ada di hook itu, merangkap tempat pembuatan lilin hias. Garasi disulap jadi tungku untuk memanaskan dan mencetak bahan lilin hias. Bahan material tersusun di belakang tungku.
Teras rumah menjadi tempat memoles lilin yang sudah dicetak supaya rapi. Yang tadinya ruang tamu, kini berjejer lemari berisi lilin-lilin hias beraneka rupa dan bentuk yang sudah selesai dan siap dikirim ke konsumen. Ada taper candle yang panjang, ada pillar candle yang besar, glass candle atau lilin hias dalam wadah gelas dan lain-lain. Produk sampingan mereka adalah pengharum ruangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal Sejarah Jakarta Candle
UMKM Lilin Hias Jakarta Candle Foto: Fitraya Ramadhanny/detikcom |
"Kita mulai dari April 2011, kita datang ke Kementerian Koperasi dan UMKM untuk kita bawa produk kita untuk diperkenalkan. Baru dari situ kita dapat kesempatan untuk pameran," kata Yulianah memulai kisahnya setelah mengajak penulis berkeliling workshopnya.
Saat itu belum ada e-commerce dan media social, baru akhirnya pada 2015 mulai ada Instagram dan e-commerce. Jakarta Candle pun pertama kali mendapat order besar dari sebuah department store ternama sebanyak 11.000 lilin.
Sejarah nama Jakarta Candle adalah karena mereka memulai usaha membuat lilin saat mereka tinggal di Jakarta, sebelum kemudian pindah ke Bojonggede, Bogor pada tahun 2013. Mereka memulai usaha dengan modal Rp 5 juta, karena mimpi Dhanu adalah bisa menjual kerajinan lilin hias.
Ilmu membuat lilin ini memang berawal dari suami Yulianah yaitu Dhanu Trapsilo (45). Awal tahun 2004-2005, Dhanu bekerja di Bali pada orang Prancis yang membuat kerajinan lilin hias. Setelah Dhanu dan Yulianah menikah pada 2009, barulah mereka mencoba membuat lilin hias sendiri.
Produk Jakarta Candle menggunakan bahan organik. Jakarta Candle memakai palm wax dari kelapa sawit yang merupakan limbah pabrik minyak goreng, ada juga coconut wax dari kelapa. Selain itu ada bees wax dari sarang lebah dari hutan Ujungkulon dan Riau.
Pada akhirnya, UMKM Jakarta Candle juga jadi bisa membantu memberdayakan masyarakat sekitar. Proses pembuatan lilin dari awal sampai jadi itu memakan waktu setengah sampai 1 hari bergantung model. Jakarta Candle kini punya 5 pegawai tetap.
"Tapi kalau order lagi banyak, saya kasih ke orang-orang sini. Pada kumpul di sini terutama untuk finishing dan packaging. Biasanya emak-emak senang tuh," ujarnya.
Omset Jakarta Candle sebulan rata-rata Rp 50-60 juta dengan kapasitas produksi 5.000 batang lilin. Omzet tertinggi mereka pernah mencapai Rp 700 juta setahun. Puncak permintaan biasanya ada di Oktober-Desember setiap tahunnya. Untuk momen Ramadhan dan Idul Fitri, mereka akan menyiapkan paket hampers.
"Tahun ini mau bikin hampers. Jadi kalau orang biasanya hampers makanan atau perabotan, kita mau coba bikin hampers lilin," ujarnya.
Yulianah mengatakan mereka pernah mencoba membuat lilin penerangan murah yang dijual ke warung-warung, namun mereka malah merugi. Dari situ mereka memahami, market mereka memang kelas menengah ke atas.
"Kayaknya kita memang ditakdirkan untuk berjualan lilin kreatif gitu kan," ujarnya.
Produk termurah mereka adalah lilin dengan wadah gelas sloki harganya Rp 15.000 dan taper candle yang panjang Rp 26.000. Yang paling mahal adalah lilin dalam gerabah besar yang harganya Rp 1 jutaan untuk dijual ke pasar Eropa dengan calon pembeli dari Belanda.
Karena rajin promosi lewat Instagram @jakartacandle, produk Jakarta Candle pun go international. Mereka sudah punya pembeli tetap dari Malaysia, Singapura dan Australia. Lilin-lilin mereka disukai pelaku usaha florist, usaha dekorasi pernikahan termasuk pernikahan di luar negeri dan kelas-kelas meditasi.
"Kalau sample sih sudah dibawa sampai Dubai, tapi kalau pembelian sudah sampai Malaysia, Australia, Singapura," ujarnya.
Usaha gigih Yulianah dan suaminya membawa mereka tampil di BRI UMKM EXPO(RT) 2025 yang digelar di ICE BSD, Tangerang pada 30 Januari-2 Februari 2025 lalu. Yulianah bercerita ada pendaftaran online lalu proses seleksi dan kurasi yang ketat.
"Kita kirim produk tuh ke BRI lalu dikurasi dulu gitu ya. Kata BRI dari 3.600 UMKM terpilih 1.000 UMKM yang ikut pameran. Terus terpilih lagi 200 setelah pameran untuk pendampingan," kata Yulianah.
Di balik kesuksesan Jakarta Candle, ada proses pembinaan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI). Yulianah adalah seorang nasabah BRI dan dia pernah mengambil Kredit Usaha Rakyat (KUR) mulai 2015 dari BRI Unit Bojonggede. Semua itu mereka lakukan untuk mengembangkan usahanya, seperti membeli bahan baku.
"Mudah pengajuannya, karena dilihat usahanya sudah berjalan, terus dilihat catatan penjualannya juga," kata dia.
Terkait dengan kiprah Jakarta Candle, detikFinance pun berbincang dengan Pimpinan Cabang BRI Cibinong, Ivam Abdul Latif. Ivam mengatakan BRI Cabang Cibinong menaungi 9 BRI Unit, 4 Kantor Cabang Pembantu dan 4 Kantor Kas. UMKM ini kebanyakan dibina langsung oleh Kantor Unit.
Jakarta Candle menurut Ivam adalah 1 dari 3 UMKM unggulan di Kabupaten Bogor yang dikirim ke BRI UMKM Expo(rt). Ada proses kurasi yang ketat oleh kantor pusat dengan kriteria yang sudah ditetapkan.
"Misalnya jalur distribusi UMKM-nya sudah kemana-mana, sudah diekspor, omzetnya berapa dll. Kita cuma dijatah 3 UMKM saja untuk dikirim ke Expo itu," kata Ivam.
3 UMKM yang dikirim itu adalah Jakarta Candle, Srengenge Handicraft dan Ainun Songket. Mereka yang terpilih adalah yang sejak kecil dibina BRI sampai bisa berkembang dan bisa ekspor.
Yulianah dan produk UMKM lilin hias Jakarta Candle Foto: Fitraya Ramadhanny/detikcom |
"Keunggulannya adalah mereka dibina sejak kecil, dari belum punya apa-apa usahanya. Kemudian dikembangkan oleh BRI secara bertahap sampai jadi berhasil," kata Ivam.
Terkait Jakarta Candle, Ivam menjelaskan mereka awalnya sendirian membuat lilin. Mereka dimodali BRI untuk beli bahan baku dan perlu tambahan tenaga kerja. Produknya bagus dan usaha berkembang, lalu perlu tambahan modal lagi dan tambahan tenaga kerja lagi
"Akhirnya sekampung bisa ikut kerja kan. Nah itulah kenapa dijadikan unggulan," kata Ivam.
Membina UMKM sampai naik kelas sudah menjadi strategi BRI secara nasional. Hal itu disampaikan Direktur Utama BRI Sunarso dalam keterangan resmi yang diterima detikFinance. Komitmen BRI untuk meningkatkan kapabilitas pelaku UMKM tercermin dalam berbagai program pemberdayaan, seperti Rumah BUMN, BRIncubator, Growpreneur by BRI, Pengusaha Muda Brilian sampai BRI UMKM EXPO(RT) 2025.
Sunarso menyatakan bahwa UMKM memegang peranan penting sebagai tulang punggung perekonomian nasional. "Kami percaya, dengan memperluas akses pasar global bagi UMKM, kita akan menciptakan surplus neraca jam kerja yang memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia," ujarnya.
Kembali kepada kisah Jakarta Candle, dari 14 tahun berjualan lilin hias, Yulianah dan Dhanu bisa membeli mobil dan rumah. Namun, mereka masih menyimpan banyak mimpi dan ikhtiar untuk memperbaiki diri dan kualitas produk Jakarta Candle.
Yulianah mengatakan Jakarta Candle masih punya kelemahan untuk branding. Karena, konsumen masih bisa memesan lilin polos tanpa merk atau white label. Sehingga, produk Jakarta Candle bisa bertebaran kemana-mana tanpa end user menyadari kalau lilin itu buatan Jakarta Candle.
"(Pelatihan branding) itu ya yang saya ingin dapatkan dari pelatihan-pelatihan. Saya ingin mendapatkan paten kalau Jakarta Candle itu kami," kata dia.
Tidak lupa, Yulianah dan suaminya pun masih ada cita-cita untuk umrah dan haji. "Pengen umroh, pengen haji. Belum tercapai," pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman