Menurut berita yang dilansir AFP, Selasa (13/10/2009), Williamson dan Ostrom mendapatkan hadiah Nobel perdamaian senilai US$ 1,42 juta atau sekitar Rp 13,5 miliar.
Ostrom mengaku dirinya sangat terkejut dengan penghargaan bergengsi ini dan menjadi kehormatan bagi kaum wanita untuk bisa memengkannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ostrom yang merupakan profesor dari Indiana University menggambarkan dirinya sebagai ilmuwan politik ketimbang ekonom. Ia melakukan penelitian tentang manajemen kepemilikan umum atau properti di bawah kontrol umum seperti sumber daya alam. Karyanya menggugat kebijakan konvensional bahwa kepemilikan umum tak perlu dikelola atau harus diatur pemerintah pusat. Kepemilikan umum bisa diprivatisasi.
Sementara Williamson yang merupakan profesor dari University of California Berkeley mendapatkan nobel atas analisisnya seputer tata kelola ekonomi terutama seputar perusahaan. Ia mempelajari Dia eksistensi perusahaan-perusahaan besar dan menyatakan bahwa organisasi hierarkis melambangkan struktur alternatif tata kelola yang membedakan pendekatan mereka dalam mengatasi konflik kepentingan.
Landis Gabel, ekonom senior yang juga profesor dari sekolah bisnis terkemuka Prancis, INSEAD menyatakan, pemilihan Williamson dan Ostrom sebagai pemenang nobel cukup tepat.
"Kedua pemenang nobel tahun ini telah bekerja pada wilayah yang memulai konsep gagalnya pasar. Pada satu kasus (Ostrom) kegagalan berhubungan dengan sumber daya alam, dan yang lain (Williamson) berhubungan dengan ketidaksempurnaan yang berimplikasi pada struktur perusahaan bisnis," ujarnya.
Pada tahun lalu, Nobel Ekonomi diberikan kepada ekonom AS, Paul Krugman. Krugman merupakan kolumnis di New York Times yang sering mengkritik kebijakan ekonomi Washington.Β Krugman memenangkan Nobel perdamaian melaui risetnya tentang analisis pola perdagangan.
(qom/dnl)