Dikutip dari situs Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI), Jumat (22/11/2013), Kartini memulai karirnya sebagai seorang hakim.
Pada situs itu, Kartini disebut sebagai orang sukses. Wanita kelahiran 17 Mei 1930 ini pada masa kecilnya merasakan pendidikan sekolah khusus keturunan Belanda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wanita ini meraih gelar sarjana hukum pada 1958, pada saat itu Kartini telah mempunyai 2 anak. Kartini kemudian memutuskan berkarir di bidang Kehakiman dan diangkat sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta, dimana dia ditugaskan untuk menangani perkara pidana, perdata dan kepailitan.
Pada saat Kartini mulai tugasnya di Pengadilan, para Hakim warga negara Belanda baru mengundurkan diri dan digantikan oleh Hakim warga negara Indonesia. Setelah suaminya yang bernama Djojo Muljadi SH, semasa hidupnya bekerja sebagai notaris, meninggal dunia dalam tahun 1973, Kartini mengundurkan diri sebagai Hakim, karena merasa pendapatannya sebagai Hakim yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak akan cukup untuk membiayai keluarganya.
Setelah menempuh dan lulus ujian negara untuk notariat, Kartini diangkat sebagai Notaris berkedudukan di Jakarta, dan mulai mengajar mata kuliah perdata dan hukum acara perdata di beberapa fakultas hukum di Jakarta. Konsistensi dan komitmennya yang tinggi dalam memberi pelayanan terbaik sebagai Notaris, menjadikannya sebagai notaris papan atas, yang menjadi rujukan perusahaan-perusahaan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Tahun 1990, setelah mengundurkan diri lebih dini dari jabatannya sebagai Notaris, Kartini mendirikan kantor pengacara dan konsultan hukum dengan nama Kartini Muljadi & Rekan. Kantor hukumnya pun berkembang pesat; tidak hanya perusahaan-perusahaan besar nasional namun juga perusahaan multinasional, yang menjadi langganannya.
Ketika terjadi badai krisis keuangan tahun 1997/1998, Kartini terlibat aktif dalam memberikan bantuan hukum untuk membangkitkan sektor perbankan yang terpuruk. Dia diangkat sebagai anggota tim yang bertugas memberikan nasehat hukum pada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), serta memberikan pendapat hukum dan rekomendasi kepada instansi pemerintah terkait, memprakarsai Master Settlement dan Master Refinancing Agreement antara BPPN dan para pemegang saham bank-bank bermasalah.
Karena kerja kerasnya, Kartini turut membangkitkan kembali sektor keuangan, khususnya menggiatkan kembali pasar modal di Indonesia. Kartini menerima penghargaan dari Ibu Megawati Soekarno Putri yang pada saat itu menjabat Presiden Republik Indonesia dengan memberikan kepada Kartini penghargaan Capital market Life Time Achievement Award pada tahun 2004.
Kini, di Usianya menginjak 82 tahun, dia tetap bersemangat menjalankan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. โTuhan menciptakan manusia dengan tujuan yang baik. Maka kita, manusia, harus melakukan hal-hal yang baik,โ ungkap ibu empat orang anak dan nenek sembilan cucu ini. Kartini masih ikut merencanakan pendirian rumah sakit baru yang memenuhi persyaratan ilmu kedokteran yang terkini agar dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas, khususnya masyarakat Indonesia.
Selain itu, Kartini juga aktif mendukung program-program untuk kemajuan Universitas Indonesia. Dia pernah menjabat anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (2002-2007) dan menjadi Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (2004-2007). Kartini mendirikan Yayasan Daya Bhakti Pendidikan Universitas Indonesia yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan, terutama membimbing calon-calon pemimpin bangsa.
Forbes menempatkan Kartini sebagai orang terkaya nomor 19 di Indonesia. Ibu dari 3 anak ini menurut Forbes, mempunyai kekayaan mencapai US$ 1,42 juta atau mencapai Rp 14,2 triliun. Kekayaannya diperoleh di bidang farmasi.
Kartini dan keluarganya menjual hampir seperlima sahamnya di produsen obat Tempo Scan yang dijalankan sang Anak, Handojo pada bulan Mei 2013 sebesar US$ 218 juta.
(dnl/hen)