Perjuangan Orang Terkaya Jepang Hadapi Krisis di Tengah Pandemi (2)

Kisah Inspiratif

Perjuangan Orang Terkaya Jepang Hadapi Krisis di Tengah Pandemi (2)

Aulia Damayanti - detikFinance
Selasa, 05 Mei 2020 08:32 WIB
SUN VALLEY, ID - JULY 08: Masayoshi Son, founder and chief executive officer of SoftBank, the chief executive officer of SoftBank Mobile, and current chairman of Sprint Corporation, attends the Allen & Company Sun Valley Conference on July 8, 2015 in Sun Valley, Idaho. Many of the worlds wealthiest and most powerful business people from media, finance, and technology attend the annual week-long conference which is in its 33rd year.  (Photo by Scott Olson/Getty Images)
Masayoshi Son. Foto: Getty Images.
Jakarta -

Pria keturunan Korea yang lahir di Jepang, Masayoshi Son, pernah pindah ke California untuk berkuliah di University of California di Berkeley dan lulus pada 1980. Kala itu Son telah menjajakan dirinya pada dunia bisnis. Bisnis elektroniknya pernah ia jual ke perusahaan elektronik ternama, Sharp dengan nilai lebih dari US$ 1 juta.

Setibanya Son kembali ke Jepang. Penghasilan tersebut digunakannya untuk memulai bisnis yang dirancangnya sebagai perusahaan perangkat lunak, Softbank. Bisnisnya dikembangkan melalui penjualan lisensi perangkat lunak dan keikutsertaan Softbank di pameran yang berfokus pada perangkat lunak kala itu.

Pada 1996, pria yang kini berusia 62 ini kembali ke Amerika Serikat (AS), saat ia kembali bukan lagi untuk melanjut studinya. Melainkan memperluas jangkauan bisnisnya. Saat itu Son berhasil membeli saham dan menginvestasikan US$ 108 juta di Yahoo. Perusahaan teknologi milik Ziff Davis itu membuat Son mendapatkan rekor kenaikan harga saham hingga 41%.

Selama tiga hari menjajahi dirinya ke berbagai perusahaan untuk berinvestasi, Son mengklaim dirinya sendiri sebagai orang terkaya di dunia. Saat-saat jaya 2002, Softbank di ambang colabs. Saat itu perusahaannya telah kehilangan 99% nilainya, dari US$ 180 miliar menjadi hanya US$ 2 miliar.

Pada titik itu, Son menghabiskan dekade berikutnya membawa Softbank kembali dengan langkah awal, yakni dengan kesabaran. Son berpegang teguh pada satu investasinya.

"Saya adalah orang yang paling bullish tentang masa depan Alibaba, mungkin lebih dari manajemen mereka sendiri," kata Son. Dikutip dari Forbes, Selasa (4/5/2020).

Setelah itu, Son terus menapakkan kakinya di berbagai bisnis startup dan perusahaan telekomunikasi dunia. Tiga di antaranya, Vodafone di Jepang, Sprint Nextel, dan Arm Holdings. Softbank juga membeli saham di perusahaan produksi game mobile Supercell, yang mengembangkan Clash of Clans.


Softbank terus berinvestasi pada startup. Rata-rata investasinya mencapai US$ 4 miliar per tahun. Pada 2017 Son menginginkan kekuatannya lebih di dunia bisnis. Adanya internet mengganggu pikiran Son dalam mendorong keinginannya membuat perusahaan berbasis Artificial Intelligence (AI). Kala itu sekutu lama Son, Rajeev Misra ditunjuk untuk memimpin perusahaan investasi teknologi swasta terbesar di dunia tersebut.

Rajeev Misra adalah seorang bankir kontroversial namun cemerlang. Misra telah membantu Son menyelamatkan transaksi keuangannya di Deutsche Bank, pada 2000-an.

Kini ketika virus Corona (COVID-19) menyerang berbagai sektor bisnis. Softbank telah kehilangan investasinya di beberapa perusahaan yang terdampak COVID-19.

Mitra Vision Fund, Lydia Jett mengatakan dia dan rekan-rekannya memiliki fokus baru untuk membantu perusahaan bernegosiasi kembali dengan pemberi pinjaman guna menyeimbangkan kembali anggaran dan neraca keuangan, dan belajar bertahan menghadapi COVID-19.




(ang/ang)

Hide Ads