Boenjamin Setiawan: Dari Salep Panu, Masuk Daftar Orang Terkaya RI

Kisah Inspiratif

Boenjamin Setiawan: Dari Salep Panu, Masuk Daftar Orang Terkaya RI

Trio Hamdani - detikFinance
Rabu, 10 Nov 2021 08:05 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy melakukan audiensi bersama mantan Menteri Kesehatan Farid Anfasa Moeloek dan pengusaha Boenjamin Setiawan.
Boenjamin Setiawan (tengah)/Foto: Matius Alfons/detikcom
Jakarta -

Siapa yang tak tahu raksasa farmasi di Indonesia, Kalbe Farma? Adalah Boenjamin Setiawan, sosok di balik berdirinya perusahaan tersebut. Dia memulai bisnisnya dari sebuah garasi yang dijadikannya pabrik salep obat panu.

Boenjamin mendirikan Kalbe pada 1966. Pria kelahiran 1943 yang juga seorang dokter ini, tidak pernah berpikir bakal membangun perusahaan yang saat ini berskala besar, dan menjadikannya orang terkaya nomor 8 di Indonesia versi Forbes 2020.

Boenjamin pernah bercerita soal awal mula bisnisnya dimulai, yakni ketika dia kembali dari Amerika Serikat (AS), usai menyelesaikan pendidikan dokternya pada tahun 1961.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tahun 1961 saya kembali dari sekolah di AS. Saya datangi pengusaha farmasi sukses yaitu Wim Kalona pemilik PT Dupa. Pada masa itu minta dana Rp 30 juta untuk penelitian jamu-jamuan obat kencing manis dan tekanan darah," ungkap Boenjamin, dalam acara Tanoto Entrepreneurship Series, yang digelar Tanoto Foundation, di Auditorium Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Jumat (30/10/2015).

"Pak Win bilang, kalau saya lakukan penelitian ya harus dirikan industri farmasi. Jadi tidak pernah sengaja mimpi bikin perusahaan farmasi," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Awal perjalanan bisnis dokter bidang farmakologi tersebut rupanya tidak langsung berhasil. Tahun 1963 dia mengajak temannya, dokter biologi.

"Semua anak-anak muda di bawah 30 tahun. Hari Minggu mau kerja bikin salep. Lalu modal menipis dan usaha itu terpaksa tutup," kata Boenjamin.

Tidak menyerah, Boenjamin kemudian mendapat kesempatan kedua untuk kembali membangun bidangnya. Di sinilah cikal bakal Kalbe Farma dimulai.

"Lalu saya usaha lagi. Saya ajak dokter farmakologi, Jan Tan berencana berangkat ke Belanda. Tapi batal karena kemudian kakak saya menyarankan terus saja berusaha buat pabrik obat. Kakak saya dokter gigi, kakak perempuan lain juga dokter. Kami patungan masukkan dana buat pabrik di sebuah bengkel milik salah seorang pasien kakak saya. Sama-sama mendirikan perusahaan yang namanya Kalbe Farma," paparnya.

Lihat juga Video: Harta Elon Musk Kini Tembus Rp 4.000 Triliun!

[Gambas:Video 20detik]



Boenjamin pun memperhatikan bahwa di luar negeri banyak bisnis besar yang dimulai dari sebuah garasi.

"Produsen laptop Hawlett Packard itu mulainya di garasi. Bill Gates mulainya di ruang kamar kos-kosan. Big company yang lahir dari garasi jumlahnya sangat baik. Kalau mau berhasil, ada baiknya mulai dari garasi. Jadi karena mulai dari susah, semangat berhasilnya tinggi jadi ingin meraih sukses," ucapnya.

Dia pun berbagi kunci keberhasilannya hingga meraih posisi menjadi salah satu orang paling kaya di Indonesia. Pertama, kata dia, yaitu networking atau jaringan. Jadi, usahakan selalu berkenalan dengan sebanyak mungkin orang. Dengan demikian, akan terbuka banyak peluang.

"Kemudian lihat peluang yang ada. Kalau sudah ketemu satu peluang akan ketemu banyak masalah tapi tidak boleh berhenti. You have to do it with love, harus pakai rasa sayang yang besar sekali. Jangan ketabrak sedikit menyerah," ujarnya.

Tidak hanya berkawan, pebisnis perlu mengenali kompetitornya. Hal yang perlu dilakukan adalah mencari tahu keunggulan dan kelemahan kompetitor.

Dia mengaku pernah berada di 'jalan yang salah' karena sempat tidak memiliki mimpi. Padahal menurutnya itu sesuatu yang penting. Tanpa mimpi mungkin mustahil dia bisa mendirikan perusahaan sebesar Kalbe Farma.

Dia tercatat sebagai orang terkaya ke-8 di Indonesia versi Forbes 2020. Forbes merilis total kekayaan Boenjamin dan keluarga pada tahun lalu sebesar Rp 4,1 miliar, setara Rp 58,6 triliun (asumsi kurs: Rp 14.300).

"Saya dulu salah, waktu muda tidak pernah punya mimpi. Anak-anak muda harus punya mimpi. Sudah punya mimpi, harus ada aksinya. Banyak pengorbanan jadi entrepreneur, tapi kalau sudah berhasil banyak juga reward-nya," tambahnya.


Hide Ads