Mengenal Aliko Dangote seorang konglomerat asal Nigeria, Afrika. Pundi-pundi hartanya justru bertambah saat ekonomi dunia tidak pasti akibat pandemi COVID-19 dan perang Rusia dan Ukraina.
Mengutip Forbes, harta kekayaan Dangote saat ini mencapai US$ 13,5 miliar atau setara Rp 202,5 triliun (kurs Rp 15.000/US$). Tahun lalu, kekayaannya bertambah sebesar Rp 26 triliun dan mempertahankan posisinya sebagai orang terkaya se-Afrika.
Sebelum mengulas kenaikan harta kekayaan itu, kita mengenal lebih dahulu sosok Dongote. Pengusaha muslim ini lahir pada 1957 di Kano State, Nigeria, dan sudah tumbuh di keluarga pengusaha.
Dangote banyak menghabiskan waktu semasa kecilnya bersama kakeknya. Kakeknya, Sanusi Dantata, pernah disebut sebagai salah satu orang terkaya yang tinggal di Kano. Bisnis yang dimiliki kakeknya menjual komoditas seperti gandum dan beras.
Lama bersama kakeknya, Dangote cepat tertarik dengan dunia bisnis. Ketertarikannya itu muncul ketika duduk di sekolah dasar dengan menjual permen.
"Saya ingat ketika saya masih di sekolah dasar, saya pergi membeli kotak permen dan saya akan mulai menjualnya hanya untuk menghasilkan uang. Saya sangat tertarik dalam bisnis, bahkan pada waktu itu," tuturnya, dikutip dari Investopedia.
Hidup di tengah keluarga berada, pendidikan Dangote tentu tidak ketinggalan. Ia terus melanjutkan pendidikannya hingga lulus dari Universitas Al-Azhar, salah satu universitas Islam bergengsi di Mesir. Di sanalah dia melanjutkan pendidikannya dalam bisnis.
Setelah lulus kuliah 1977, Dangote meminjam uang kepada pamannya sebesar US$ 3.000 untuk memulai bisnis. Dana itu untuk mengimpor komoditas pertanian dan menjualnya di Nigeria. Dua barang impor utamanya adalah beras dari Thailand dan gula dari Brasil.
Dia kemudian menjual barang-barang itu secara ritel dengan margin yang cukup menguntungkan. Usahanya itu dengan cepat berkembang. Kala itu laba bersihnya sudah mencapai US$ 10.000. Dengan keuntungan itu dia bisa membayar utang pamannya dalam waktu hanya 3 bulan.
Pada 1997, Dangote menyadari bahwa berbisnis hanya sebagai perantara tidak akan berkembang. Ia pun berpikir untuk membangun sebuah pabrik produksi untuk menghasilkan sebuah barang. Perusahaannya akhirnya mulai memproduksi pasta, gula, garam, dan tepung.
Sekitar waktu yang sama, Dangote dianugerahi perusahaan semen milik negara. Dangote secara signifikan memperluas operasi perusahaan pada tahun 2005 dengan membangun pabrik manufaktur bernilai jutaan dolar.
Pembangunan ini dibiayai dengan uang Dangote sendiri sebesar US$ 319 dan pinjaman US$ 479 juta dari Korporasi Keuangan Internasional Bank Dunia. Dangote selalu menginvestasikan kembali sebagian besar keuntungannya kembali ke bisnisnya. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa perusahaannya berkembang pesat sejak awal.
Bisnis Dangtone terus meluas di berbagai sektor. Dalam catatan, Dangtone pernah membeli sebuah kilang minyak di Lagos pada 2007. Dia berharap bahwa kilang itu akan secara signifikan mengurangi ketergantungan Nigeria pada pemasok migas internasional. Kilang itu diharapkan menghasilkan setengah juta barel minyak per hari.
Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik
(ada/hns)