Kisah Bambang Susantono dan Sukses Jokowi Menata Transportasi Solo

Kisah Bambang Susantono dan Sukses Jokowi Menata Transportasi Solo

Sudrajat - detikFinance
Kamis, 13 Jul 2023 08:15 WIB
Buku Waktu-waktu Terbaik karya Bambang Susantono
Bambang Susantono bersama Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Istana Kepresidenan, 3 Maret 2020. (Foto: Instagram Bambang Susantono)
Jakarta -

Nama Bambang Susantono mulai mencuat saat dia memimpin Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), 2004-2010. Namanya makin diperhitungkan saat ditunjuk menjadi Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub) di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono, 2009-2014.

Toh begitu, sejatinya keahlian Bambang tak cuma soal transportasi. Dia juga doktor bidang pengembangan infrastruktur dari Berkeley.

Di luar soal kompetensinya, ternyata Bambang telah mengenal dan pernah menjalin kerja sama profesional dengan Joko Widodo (Jokowi). Tepatnya ketika dia menjadi Wamenhub dan Jokowi masih Wali Kota Solo. Karena itu tak heran bila kemudian dia dipercaya untuk mewujudkan cita-cita Presiden Jokowi membangun Ibu Kota Negara (IKN).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bambang dilantik Presiden menjadi Ketua Otoritas IKN pada 10 Maret 2022. Relasi Bambang dengan Jokowi dimulai saat dia menemui kebuntuan dalam uji coba tiket elektronik di Stasiun Gambir dan Juanda. Dia lantas melirik Solo yang telah menerapkan Intelligent Transport System (ITS). Jokowi membangun ITS sejak 2006 dengan biaya Rp 19 miliar.

Teknologi canggih tersebut diterapkan untuk angkutan bus Batik Solo Trans (BTS) yang mulai beroperasi 1 September 2010. Pergerakan BTS dikontrol lewat ITS sehingga penumpang maupun calon penumpang mendapat kepastian terkait waktu tempuh dan posisi bus yang akan dinaiki.

ADVERTISEMENT

Bambang kemudian mengusulkan kepada Jokowi agar mengintegrasikan tiket BTS denga kereta api Prambanan Ekspres dan Trans Jogja. Jokowi mewujudkannya pada akhir 2010 dengan memanfaatkan tiket elektronik dari lima bank: BNI, Mandiri, BRI, BCA, dan BPD Jogja. Jokowi dan Solo pun dianugerahi penghargaan tertib lalu lintas dan angkutan umum: Wahana Tata Nugraha.

Sukses penerapan tiket elektronik di Solo itu pun menular ke daerah lain. "Transjakarta mengadopsinya pada 22 Januari 2013, dan kereta komuter di Jabodetabek setahun kemudian," tulis Fenty Effendy dalam buku "Bambang Susantono, Waktu-waktu Terbaik".

Putra tunggal pasangan Brigjen Muhammad Susanto dan Roestini itu lahir di Yogyakarta, 4 November 1963. Bambang merintis karir dengan menjadi PNS di Kementerian Pekerjaan Umum selepas dari Teknik Sipil ITB, 1987. Lalu mengambil master tata kota dan master transportasi di Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat, 1996. Dari kampus yang sama dia meraih doktor bidang pengembangan infrastruktur pada 1998.

Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung ke klik

Dari Kementerian PU, Bambang Susantono ditarik ke kantor kementerian koordinator perekonomian hingga menjadi deputi. Dari situ karirnya terus meningkat dengan menjadi wakil menteri perhubungan. Sejumlah proyek besar yang lama mandeg diurainya dengan penuh tanggung jawab.

Bambang antara lain menjadi ketua dewan penasihat pembangunan MRT Lebak Bulus - Dukuh Atas dan ketua tim koordinasi percepatan pembangunan jalur ganda kereta api jalur utara sepanjang 727 km.
Dari proyek tiket elektronik dan kisah lain yang disampaikan Fenty dengan asyik, saya maklum bila Jokowi 'kepincut' dengan Bambang.

Buku 'Waktu-waktu Terbaik' karya Bambang SusantonoBambang Susantono, Waktu-waktu Terbaik karya Fenty Effendy, terbitan Gramedia, Juni 2023 Foto: Muhammad Ridho

Di antara keduanya punya karakter dan gaya kepemimpinan yang mirip dalam mengemban tugas dan tanggung jawab. Tak birokratis dan lebih suka blusukan untuk memastikan pekerjaan di lapangan berjalan sesuai target.

Untuk memantau dan mengoordinasikan program jalur ganda kereta api lintas utara Jawa yang rampung pada 3 September 2014, Bambang Susantono melakukan 19 kali kunjungan ke lapangan, 31 rapat koordinasi, dan tiga konferensi jarak jauh. Demi menghemat waktu dan menerobos kemacetan, Bambang tak sungkan menumpang sepeda motor saat meninjau lapangan.

Bambang biasa menerobos sekat birokrasi dengan mengandalkan sowan dan kulo nuwun alias koordinasi dan komunikasi. Baginya, pangkat dan jabatan diadakan untuk menyelesaikan masalah, bukan membebani anak buah. "Saya enggak melihat orang berdasarkan hirarki atau pangkat. Kalau koordinasi lihat pangkat, ya semakin enggak jalan," ujarnya.

Di luar soal birokrasi, dalam buku setebal 288 halaman ini Fenty juga mengurai sisi humanis dan teladan dari seorang Bambang. Saat SD dia pernah mendapatkan beasiswa dari Gubernur DKI Ali Sadikin. Dua gelar master dan doktor yang diraihnya sambil mengasuh dua balita Nurul Prameswari dan Diannisa Paramitha, tak cuma diimplementasikan di birokrasi. Dia membagi ilmu, pengetahuan, dan pengalamannya dengan mengajar di sejumlah perguruan tinggi.

Suami dari Lusie Indrawati itu juga menyempatkan waktu untuk menulis di media massa dan menulis buku. Bambang antara lain menerbitkan "1001 Wajah Transportasi Kita" (2009) dan "Infrastructure and Regional Development in Indonesia" (2015).

(jat/hns)

Hide Ads